Selasa, 11 Agustus 2015

Makalah Observasi

Makalah Kreativitas dalam Pembuatan Bentuk dari Kertas Origami pada Anak Usia 4-6 Tahun (TK)

Kreativitas dalam Pembuatan Bentuk
dari Kertas Origami pada Anak
Usia 4-6 Tahun (TK)
untitled-1
Anggota :
Ayu Wijayanti Sumirat (11514896)
Muhammad Alverdo (17514074)
Tami Apriliani (1A514652)
Utiya Rizkha Inasha Ulya (1A514960)
Kelas 1PA07



Fakultas Psikologi
Universitas Gunadarma
ATA 2014-2015


Kata Pengantar
Puji syukur kami hadiahkan atas rahmat dan berkah Tuhan Yang Maha Kuasa.  Yang mana dengan kemudahan dan karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas laporan observasi langsung ke TK kenanga, dan berkatnya pula kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar.
Maksud pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas yang diwajibkan oleh Dosen Kreativitas dan Keberbakatan kepada kami. Dalam menyelesaikan makalah ini, kami melakukan observasi dalam pencarian data dan bekerja sama. Agar makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya. Kami menyadari bahwa penulisan makalah kami masih sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik, saran dan masukan yang membangun sangat diharapkan untuk menyempurnaanya kelak.
Kami selaku penyusun sadar akan ketidaksempurnaan dan kekurangan dalam makalah ini baik dalam hal sistem penyusunan maupun hasil observasinya. Oleh sebab itu kami sangat berharap atas kritik dan saran yang membangun guna mengembangkan pengetahuan kita bersama dan penunjang lebih baik lagi untuk laporan observasi selanjutnya.
Tim Penulis

















Daftar Isi
Cover
Kata Pengantar………………………………………………………………………………………………………..i
Daftar Isi……………………………………………………………………………………………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………………………… 1
  1. Latar Belakang…………………………………………………………………………………………………… 1
  2. Rumusan Masalah………………………………………………………………………………………………. 2
  3. Tujuan Penulisan Makalah…………………………………………………………………………………… 2
BAB II DASAR TEORI…………………………………………………………………………………………..            3
  1. Pengertian Kreativitas…………………………………………………………………………………………. 3
  2. Ciri-ciri Kreativitas…………………………………………………………………………………………….. 4
  3. Faktor-faktor dalam Kreativitas……………………………………………………………………………. 5
  4. Pengertian Origami…………………………………………………………………………………………….. 10
  5. Manfaat Belajar Origami……………………………………………………………………………………… 11
BAB III METODE PENELITIAN…………………………………………………………………………….           13
BAB IV HASIL PENELITIAN…………………………………………………………………………………           14
  1. Hasil Penelitian………………………………………………………………………………………………….. 14
  2. Lampiran Foto Kegiatan……………………………………………………………………………………… 16
BAB V PENUTUP………………………………………………………………………………………………….            18
  1. ………………………………………………………………………………………………………. 18
Daftar Pustaka…………………………………………………………………………………………………………            19
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Origami (折り紙), dari ori yang berarti “lipat”, dan kami yang berarti “kertas” merupakan seni tradisional melipat kertas yang berkembang menjadi suatu bentuk kesenian yang modern. Origami adalah sebuah seni lipat yang berasal dari Jepang. Bahan yang digunakan adalah kertas atau kain yang biasanya berbentuk persegi. Sebuah hasil origami merupakan suatu hasil kerja tangan yang sangat teliti dan halus pada pandangan.
Secara umum untuk membuat origami kita bisa menggunakan kertas biasa namun kebanyakan origami di Jepang menggunakan kertas khusus untuk origami. Perbedaan antara kertas biasa dan kertas origami hanyalah dari segi design dan warna saja yang sangat beragam sehingga membuat origami menjadi semakin indah.
Origami pun menjadi populer dikalangan orang Jepang dan bahkan sampai ke tanah air. Di Indonesia sendiri origami bukanlah hal yang baru lagi. Hampir di setiap TK mengajarkan teknik melipat kertas kepada anak didiknya. Dan origami ini menjadi salah satu pelajaran kreativitas yang menyenangkan bagi anak-anak.
Kreativitas merupakan aspek yang penting bagi setiap anak,tidak terkecuali bagi anak TK. Tinggi rendahnya kreativitas yang dimiliki anak baik disekolah maupun dirumah akan dapat berpengaruh terhadap prestasi belajarnya, kreativitas yang dimiliki anak masih harus dikembangkan lagi dan difasilitasi dengan berbagai sarana dan prasarana. Salah satunya yang dapat mengembangkan kreativitas anak adalah seni melipat kertas (origami).
Kurangnya kreativitas anak khususnya dalam keterampilan seni melipat kertas (origami) banyak dipengaruhi oleh faktor,kemungkinan bersumber dari anak itu sendiri,sarana prasarana,lingkungan yang kurang mendukung,kemungkinan bersumber dari guru sendiri yang kurang atau belum profesional dalam menerapkan berbagai keterampilan dasar mengajar,baik keterampilan menggunakan variasi gaya mengajar.
Dalam kesempatan ini, kami Mahasiswa/Mahasiswi fakultas Psikologi melakukan observasi/pengamatan secara langsung TK Kenanga untuk mengetahui seberapa banyak anak-anak TK yang mampu  dan tidak mampu dalam melipat kertas origami. Dilatar belakangi masalah tersebut juga kami akhirnya memutuskan untuk membuat makalah ini
  1. Rumusan Masalah
  2. Bagaimana kreativitas anak TK dalam melipat kertas origami?
  3. Berapa banyak anak-anak yang mampu melipat Origami?
  • Mengapa ada beberapa anak yang tidak dapat melipat Origami?
  1. Tujuan Penulisan Makalah
  2. Mengetahui sebab akibat mengapa ada anak yang tidak bisa melipat Origami serta antusiasme anak-anak TK dalam melipat kertas Origami.

BAB II
DASAR TEORI
1.Pengertian Kreatifitas
Secara alamiah perkembangan anak berbeda-beda, baik dalam bakat, minat, jasmani, kematangan emosi, kepribadian, keadaan jasmani, dan sosialnya. Selain itu, setiap anak memiliki kemampuan tak terbatas dalam belajar, untuk dapat berfikir kereatif dan produktif.
Dalam KBBI, kreatif didefenisikan sebagai kemampuan untuk mencipta atau proses timbulnya ide baru. Pada intinya pengertian kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk menciptakan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, dalam bentuk ciri-ciri aptitude maupun non aptitude, dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, dan semuanya relatif berbeda dengan yang sudah ada sebelumnya.
Sebenarnya, ada banyak pengertian kreativitas, misalnya ada yang mengartikan kreativitas sebagai upaya melakukan aktivitas baru dan mengagumkan. Di lain pihak, ada yang menganggap bahwa kreativitas adalah menciptakan inovasi baru yang mencengangkan. Berikut ini adalah beberapa pendapat para ahli tentang kreativitas.
  1. Kreativitas adalah pengalaman mengekpresikan dan mengaktualisasikan identitas individu dalam bentuk terpadu dalam hubungan dengan diri sendiri, dengan alam, dan dengan orang lain. (Clark Moustatis)
  2. Kreativitas merupakan kemampuan untuk memberi gagasan baru yang menerapkannya dalam pemecahan masalah. (Conny R. Semiawan).
  3. Kreativitas adalah kecenderungan untuk mengaktualisasikan diri, mewujudkan potensi, dorongan untuk berkembang dan menjadi matang ,kecenderungan untuk mengekpresikan dan mengaktifkan semua kemampuan organisme (Rogers).
  4. Kreativitas  adalah kegiatan yang mendatangkan hasil yang sifatnya:
  5. Baru (novel): inovatif, belum ada sebelumnya, segar, menarik, aneh, mengejutkan.
  6. Berguna (useful): lebih enak , lebih praktis, mempermudah, memperlancar, mendo-rong, mengembangkan, memdidik, memecahkan masalah, mengurangi hambatan, mengatasi kesulitan, mendatangkan hasil lebih baik/ banyak.
  7. Dapat dimengerti (understandable): hasil yang sama dapat dimengerti dan dapat dibuat di lain waktu. (David Cambell)
Dari beberapa uraian definisi di atas dapat dikemukakan bahwa kreativitas pada intinya merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, baik dalam bentuk cirri-ciri aptitude maupun non aptitude, baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya.
Pengertian kreativitas menunjukkan ada tiga tekanan kemampuan yaitu yang berkaitan dengan kemampuan untuk mengkombinasikan, memecahkan/ menjawab masalah, dan cerminan kemampuan operasional anak kreatif (Utami Munandar: 1992)
 2. Ciri-ciri Kreativitas
Biasanya anak yang kreatif selalu ingin tahu, memiliki minat yang luas, dan menyukai kegemaran dan aktivitas yang kreatif. Anak dan remaja kreatif biasanya cukup mandiri dan memiliki rasa percaya diri. Mereka lebih berani mengambil resiko (tetapi dengan perhitungan) dari pada anak-anak pada umumnya. Artinya dalam melakukan sesuatu yang bagi mereka amat berarti, penting dan disukai, mereka tidak terlalu menghiraukan kritik atau ejekan dari orang lain. Merekapun tidak takut untuk membuat kesalahan dan mengemukakan pendapat mereka walaupun mungkin tidak disetujui oleh orang lain.
Orang yang inovatif berani untuk berbeda, menonjol, membuat kejutan, atau menyimpang dari tradisi. Rasa percaya diri, keuletan dan ketekunan membuat mereka tidak cepat putus asa dalam  mencapai tujuan mereka.
Dalam kaitannya dengan kreativitas pada anak usia dini, Ihat Hatimah seperti dikutip oleh Ahmad Susanto mengemukakan beberapa bentuk kretivitas pada anak usia dini, yaitu :
  1. Gagasan/berpikir kreatif, yang meliputi :
  2. Berfikir luwes;
  3. Berfikir orisinal;
  4. Berpikir terperinci;
  5. Berpikir menghubungkan.
  6. Aspek sikap, yang meliputi :
  7. Rasa ingin tahu;
  8. Ketersediaan untuk menjawab;
  9. Keterbukaan;
  10. Percaya diri;
  11. Berani mengambil resiko.
3. Faktor-faktor dalam Kreativitas Anak
Setiap individu sebenarnya memiliki potensi untuk kreatif, dengan berbagai macam bentuknya. Namun untuk lebih mengoptimalkan dan mengembangkan kreativitas lebih lanjut, maka diperlukan peran lingkungan  untuk merangsang dan lebih mengembangkan kreativitas yang sudah ada. Lingkungan (dalam hal ini orang tua dan guru di sekolah) berperan penting untuk mengembangkan dan mengoptimalkan potensi-potensi kreatif pada anak. Namun sebaliknya tanpa disadari orang tua dan guru juga dapat berperan sebagai penghambat dalam kreativitas anak.
Berikut ini adalah faktor pendukung dan penghambat dalam pengembangan kreativitas anak.
  1. Faktor Pendukung Kreativitas
Munandar (2004) memaparkan bahwa dari berbagai penelitian diperoleh hasil bahwa sikap orang tua yang memupuk kreativitas anak antara lain:
  1. Menghargai pendapat anak dan mendorongnya untuk mengungkapkannya.
  2. Memberi waktu kepada anak untuk berpikir, merenung, dan berkhayal.
  3. Membiarkan anak mengambil keputusan sendiri.
  4. Mendorong kemelitan anak untuk menjajaki dan mempertanyakan banyak hal.
  5. Meyakinkan anak bahwa orang tua menghargai apa yang ingin dicoba dilakukan dan apa yang dihasilkan.
  6. Menunjang dan mendorong kegiatan anak.
  7. Menikmati keberadaannya bersama anak.
  8. Memberi pujian yang sungguh-sungguh kepada anak.
  9. Mendorong kemandirian anak dalam bekerja.
Melatih hubungan kerja sama yang baik dengan anak. Bila hasil penelitian lapangan digabungkan dengan penelitian laboratorium mengenai kreativitas dan dengan teori-teori psikologis maka diperoleh petunjuk bagaimana sikap orang tua secara langsung mempengaruhi kreativitas anak mereka. Beberapa faktor yang menentukan tersebut antara lain:
Orang tua yang memberikan kebebasan kepada anak, tidak otoriter, tidak selalu mau mengawasi anak, tidak terlalu membatasi kegiatan anak, dan tidak terlalu cemas mengenai anak mereka cenderung mempunyai anak yang kreatif.
Orang tua yang menghormati anak sebagai individu, percaya akan kemampuan mereka, dan menghargai keunikan anak biasanya memiliki anak yang kreatif. Anak-anak ini secara alamiah mengembangkan kepercayaan diri untuk berani melakukan sesuatu yang orisinal.
  1. Kedekatan Emosional yang Sedang.
Kreativitas anak dapat terhambat oleh suasana emosional yang mencerminkan rasa permusuhan atau penolakan namun keterikatan emosional yang berlebih juga tidak menunjang pengembangan kreativitas. Anak perlu merasa bahwa ia diterima dan disayangi tetapi seyogianya tidak menjadi terlalu tergantung kepada orangtua.
  1. Prestasi, Bukan Angka.
Orang tua anak kreatif mendorong anak untuk berusaha dan menghasilkan karya yang baik namun tidak terlalu menekankan untuk mencapai angka atau peringkat tertinggi.
  1. Orang tua Aktif dan Mandiri.
Bagaimana sikap orang tua terhadap diri sendiri amat penting karena mereka menjadi model utama bagi anak. Orang tua anak yang kreatif merasa aman dan yakin tentang diri sendiri, tidak memperdulikan status sosial, dan tidak terlalu terpengaruh oleh tuntutan sosial. Mereka juga amat kompeten dan mempunyai minat, baik di dalam maupun di luar rumah.
  1. Menghargai Kreativitas.
Anak yang kreatif memperoleh banyak dorongan dari orang tua untuk melakukan hal-hal yang kreatif.
Torrance mengemukakan tentang lima bentuk interaksi guru dan siswa di kelas yang dianggap mampu mengembangkan kecakapan kreatif siswa, yaitu:
  1. Menghormati pertanyaan yang tidak biasa;
  2. Menghormati gagasan yang tidak biasa serta imajinatif dari siswa;
  3. Memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar atas prakarsa sendiri;
  4. Memberi penghargaan kepada siswa;
  5. Meluangkan waktu bagi siswa untuk belajar dan bersibuk diri tanpa suasana penilaian.
Dari uraian di atas dapat kita pahami bahwa kreativitas anak akan berkembang jika orang tua dan guru selalu bersikap otoritatif (demokratik), yaitu mau mendengarkan omongan anak, menghargai pendapat anak, mendorong anak untuk berani mengungkapkan pendapatnya. Jangan memotong pembicaraan anak ketika ia ingin mengungkapkan pikirannya. Jangan memaksakan pada anak bahwa pendapat orangtua/guru paling benar, atau melecehkan pendapat anak. Selain itu orang tua dan guru harus mendorong kemandirian anak dalam melakukan sesuatu, menghargai usaha-usaha yang telah dilakukannya, memberikan pujian untuk hasil yang telah dicapainya walau sekecil apapun. Cara-cara ini merupakan salah satu unsur penting pengembangan kreativitas anak.
Untuk mengembangkan kreativitas anak, orang tua dan guru harus merangsang anak untuk tertarik mengamati dan mempertanyakan tentang berbagai benda atau kejadian di sekelilingnya, yang mereka dengar, lihat, rasakan atau mereka pikirkan dalam kehidupan sehari-hari. Orang tua dan guru janganlah menolak, melarang atau menghentikan rasa ingin tahu anak, asalkan tidak membahayakan dirinya atau orang lain. Orang tua dan guru harus mendorong anak untuk berani mencoba mengemukakan pendapat, gagasan, melakukan sesuatu atau mengambil keputusan sendiri. Biarkan mereka bermain, menggambar, membuat bentuk-bentuk atau warna-warna dengan cara yang tidak lazim, tidak logis, tidak realistis atau belum pernah ada. Jangan mengancam atau menghukum anak kalau pendapat atau perbuatannya dianggap salah oleh orangtua/guru. Tanyakan mengapa mereka berpendapat atau berbuat demikian, beri kesempatan untuk mengemukan alasan-alasan. Berikanlah contoh-contoh, ajaklah berpikir, jangan didikte atau dipaksa, biarkan mereka yang memperbaikinya dengan caranya sendiri. Dengan demikian tidak mematikan keberanian mereka untuk mengemukakan pikiran, gagasan, pendapat atau melakukan sesuatu.
  1. Faktor Penghambat Kreativitas
Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita dapati perlakuan dan tindakan anak dengan berbagai polah dan tingkah laku. Sehingga ekspresi kreativitas anak kerap menimbulkan efek kurang berkenan bagi orang tua. Padahal tiap anak memiliki ekspresi kreativitas yang berbeda, ada yang terlihat suka mencoret-coret, beraktivitas gerak, berceloteh, melakukan eksperimen, dan sebagainya. Penyikapan orang tua seperti itu berarti merupakan salah satu contoh dari sekian banyak faktor yang menghambat kreativitas seorang anak.
Amabile (Munandar, 2004) mengemukakan empat cara yang dapat mematikan kreativitas yaitu:
  1. Evaluasi,
  2. Hadiah,
  3. Persaingan/kompetisi antara anak,
  4. Lingkungan yang membatasi.
Sementara itu menurut Torrance (2001) yang dapat mematikan kreativitas diantaranya:
  1. Usaha terlalu dini untuk mengeliminasi fantasi,
  2. Pembatasan terhadap rasa ingin tahu anak,
  3. Terlalu menekankan peran berdasarkan perbedaan seksual,
  4. Terlalu banyak melarang,
  5. Takut dan malu,
  6. Penekanan yang salah kaprah terhadap keterampilan verbal tertentu,
  7. Memberikan kritik yang bersifat destruktif.
Adapun sikap orang tua yang tidak menunjang pengembangan kreativitas anak (Munandar, 2004) adalah:
  1. Mengatakan kepada anak bahwa ia dihukum jika berbuat salah.
  2. Tidak membolehkan anak menjadi marah terhadap orang tua.
  3. Tidak membolehkan anak mempertanyakan keputusan orang tua.
  4. Tidak membolehkan anak bermain dengan anak dari keluarga yang mempunyai pandangan dan nilai yang berbeda dari keluarga anak.
  5. Anak tidak boleh berisik.
  6. Orang tua ketat mengawasi kegiatan anak.
  7. Orang tua memberi saran-saran spesifik tentang penyelesaian tugas.
  8. Orang tua kritis terhadap anak dan menolak gagasan anak.
  9. Orang tua tidak sabar dengan anak.
  10. Orang tua dan anak adu kekuasaan.
  11. Orang tua menekan dan memaksa anak untuk menyelesaikan tugas.
Adapun bentuk-bentuk peran lingkungan dalam membentuk kreativitas individu menurut Mayang Sari (2009) adalah:
  1. Menghargai pendapat anak dan mendorong untuk mengungkapkannya.
  2. Memberikan waktu kepada anak untuk berfikir, merenung dan berhayal.
  3. Memperbolehkan anak mengambil keputusan sendiri.
  4. Dengan anak mengambil keputusannya sendiri, maka anak akan bertanggung jawab untuk mengambil keputusannya sendiri.
  5. Mendorong keingintahuan anak untuk mengetahui banyak hal.
  6. Orang tua atau guru menfasilitasi keingintahuan anak dengan memberikan informasi yang layak.
  7. Bisa dilakukan dengan memberikan buku-buku untuk dibacakan pada anak, atau dengan mengajak anak untuk mengunjungi objek yang ingin diketahuinya.
  8. Meyakinkan anak bahwa orang tua atau guru menghargai apa yang ingin dicoba lakukan anak dan hasil akhirnya. Ini bisa dilakukan dengan memberikan anak kesempatan untuk melakukan eksperimennya dari setiap pengetahuannya.
  9. Menunjang dan mendorong kegiatan kreatif anak. Artinya orang tua atau guru memberikan fasilitas yang mendukung, membimbing, anak dalam eksperimentasinya, atau mengasuh bakat anak dengan dengan berbagai kegiatan positif, misalnya lomba, kursus, atau pelatihan.
  10. Menikmati keberadaanya bersama anak.
  11. Orang tua atau guru senang bersama anak dan mampu menjalin komunikasi secara terbuka, hangat dan empatis terhadap anak.
  12. Memberi pujian yang sungguh-sungguh dan tepat sasaran pada anak. Pujian harus diberikan ketika anak berhasil melakukan proses kreatifnya. Pujian hendaknya diberikan tidak berdasarkan hasil tetapi lebih pada proses. Maksudnya orang tua atau guru harus memuji kerja keras, ketekunan, dan semangat anak dalam proses kreatifnya, walaupun hasilnya belum begitu memuaskan.
  13. Mendorong kemandirian anak dalam bekerja, orang tua atau guru hendaknya jangan terlalu ikut campur dan terlalu mengarahkan anak.
  14. Biarkan anak mengembangkan dan menerapkan ide-idenya tersebut.
  15. Anak didorong untuk menemukan solusi pada setiap permasalahan yang dihadapinya. Hal ini akan membuat anak menjadi lebih bertanggung jawab, mandiri terhadap kehidupannya.
  16. Menjalin hubungan kerja sama yang baik dengan anak, artinya orang tua atau guru mau membantu anak ketika anak mengalami sebuah kesulitan. Dalam hal ini bukan berarti membantu secara penuh terhadap setiap permasalahan yang dihadapi anak, namun disini orang tua atau guru hanya boleh mengarahkan dan tetap mendukung setiap keputusan yang diambil oleh anak.
4. Pengertian Origami
Origami (折り紙), dari ori yang berarti “lipat”, dan kami yang berarti “kertas” merupakan seni tradisional melipat kertas yang berkembang menjadi suatu bentuk kesenian yang modern. Origami adalah sebuah seni lipat yang berasal dari Jepang. Bahan yang digunakan adalah kertas atau kain yang biasanya berbentuk persegi. Sebuah hasil origami merupakan suatu hasil kerja tangan yang sangat teliti dan halus pada pandangan.
Origami merupakan satu kesenian melipat kertas yang dipercayai bermula semenjak kertas mula diperkenalkan pada abad pertama di Tiongkok pada tahun 105 oleh seorang Tiongkok dikasi yang bernama Ts’ai Lun. Pembuatan kertas dari potongan kecil tumbuhan dan kain berkualitas rendah meningkatkan produksi kertas. Contoh-contoh awal origami yang berasal daripada Republik Rakyat Tiongkok adalah tongkang Tiongkok dan kotak.
Pada abad ke-6, cara pembuatan kertas kemudian dibawa ke Spanyol oleh orang-orang Arab. Pada tahun 610 di masa pemerintahan kaisar wanita Suiko (zaman Asuka), seorang biksu Buddha bernama Donchō (Dokyo) yang berasal dari Goguryeo (semenanjung Korea) datang ke Jepang memperkenalkan cara pembuatan kertas dan tinta. Kemudian seni ini berkembang mula-mula pada zaman Muromachi (1333-1568) dan kemudian pada zaman Edo (1603–1868). Karena harganya yang sangat mahal pada masa itu, penggunaannya terbatas hanya pada kegiatan-kegiatan seremonial seperti untuk Noshi.
Di Jepang, Origami dipercaya telah ada sejak Zaman Heian (741-1191) di kalangan kaum sami Shinto sebagai penutup botol sake (arak beras) saat upacara penyembahan, wanita dan kanak-kanak. Pada masa itu origami masih dikenal dengan istilah orikata, orisui ataupun orimono.
Dalam perkembangannya origami telah menjadi begitu identik dengan budaya Jepang, yang diwariskan secara turun-temurun dari masa ke masa. Origami terutama berkembang dengan menggunakan kertas asli Jepang yang disebut Washi. Saat ini origami telah menjadi sesuatu yang tak terpisahkan dari budaya orang Jepang. Terutama dalam dalam upacara adat keugamaan Shinto yang tetap dipertahankan hingga sekarang.
Dalam tradisi shinto, kertas segi empat dipotong dan dilipat menjadi lambang simbolik Dewata dan digantung di Kotai Jingu (Kuil Agung Imperial) di Ise sebagai sembahan. Pada upacara perkawinan Shinto, kertas membentuk rama-rama jantan (o-cho) dan rama rama betina (me-cho) menggunakan asas bom air “water bom”, membalut botol sake (arak beras) sebagai lambang pengantin lelaki dan perempuan. Selain itu Origami juga digunakan untuk upacara keagamaan yang lain. Pada mulaannya Origami hanya diajarkan secara lisan. Panduan tertulis membuat origami dikenal ada dalam buku Senbazuru Orikata (Bagaimana Melipat Seribu Burung Jenjang/Orizuru) pada 1797. Ketika itu origami masih dikenali sebagai “Orikata”.
Pada tahun 1880 seni melipat kertas mulai dikenal orang-orang dengan nama “Origami”. Kata itu berasal dari bahasa Jepang oru (melipat) dan kami (kertas). Kata origami kemudian mulai menggantikan istilah orikata, orisui ataupun orimono. Pada zaman Showa (1926-1989) origami kurang diminati dan hanya noshi yang masih populer digunakan untuk pertukaran hadiah antara samurai.
Pada zaman Edo (1600-1868) produksi kertas yang berlimpah menjadikan kertas mudah diperoleh. Ini menjadikan origami berkembang lebih pesat. Pada akhir zaman Edo hampir 70 bentuk dihasilkan termasuk burung jenjang (Orizuru), katak, kapal dan balon yang masih tetap dikenal hingga sekarang. Pada era Genroku (1688-1704), corak kain origami burung jenjang (Orizuru), dan corak pelbagai bot menjadi populer dan sering dibuat dalam corak kain Ukiyoe. Ini memperlapang  jalan origami untuk berkembang lebih luas pada masa sekarang.
Pada zaman Meiji (1868-1912), origami digunakan sebagai alat mengajar di taman kanak-kanak dan sekolah dasar. Itu semua berkat pengaruh dari ahli pendidikan Friedrich Wilhelm August Fröbel (1782-1852). Beliau adalah seorang pendidik Jerman pada abad ke-19. Beliau menggunakan origami tradisional eropa untuk menghasilkan bentuk geometrik. Konsep ini kemudian dipakai secara meluas di Taman Kanak-kanak di Jepang.
Di Indonesia sendiri origami bisa dikatakan memiliki ruang khusus bagi penggemarnya. Sejak di Play Group hingga taman kanak-kanak (TK), pelajaran keterampilan melipat kertas sudah diajarkan, mulai dari melipat kertas menjadi kipas, bunga, sampai hewan. Tapi beranjak dewasa, seni keterampilan itu tidak lagi dipelajari di sekolah, lambat laun orang mulai melupakan seni lipat ini. Namun diluaran, seni melipat kertas justru berkembang pesat, bahkan menjadi nilai tersendiri yang bernilai seni.
5. Manfaat Belajar Origami
Manfaat Origami bagi perkembangan anak kecil dan dewasa. Origami biasanya hanya diajarkan di TK padahal manfaatnya juga masih bisa didapat oleh anak SD dan juga orang dewasa. Kegiatan Origami dengan kedua tangan membuat otak kanan dan otak kiri berinteraksi. Hal ini dapat meningkatkan kecerdasan verbal dan non-verbal. Untuk anak-anak yang lebih dewasa, kegiatan origami dapat meningkatkan imajinasi dan figurative thinking (Kemampuan mewujudkan impian jadi kenyataan).
Origami juga sangat bermanfaat bagi anak penderita ADHD (Attention Defisit Hyperactivity Disorder) dan anak-anak yang memiliki gangguan emosional karena origami menantang pikiran untuk membuat dan mengingat urutan. Sehingga origami juga membantu anak-anak untuk belajar fokus. Berikut ini manfaat-manfaat lainnya yang dapat diperoleh dari belajar origami, antara lain:
  1. Melatih motorik halus pada anak sekaligus sebagai sarana bermain yang aman, murah, menyenangkan dan kaya manfaat.
  2. Lewat origami anak belajar membuat mainannya sendiri, sehingga menciptakan kepuasan dibanding dengan mainan yang sudah jadi dan dibeli di toko mainan.
  3. Membentuk sesuatu dari origami perlu melewati tahapan dan proses tahapan ini tak pelak mengajari anak untuk tekun, sabar serta disiplin untuk mendapatkan bentuk yang diinginkan.
  4. Lewat origami anak juga diajarkan untuk menciptakan sesuatu, berkarya dan membentuk model sehingga membantu anak memperluas ladang imajinasi mereka dengan bentukan origami yang dihasilkan.
  5. Apa yang dirasakan anak-anak ketika berhasil menciptakan sesuatu dari tangan mungil mereka? Kebanggaan dan kepuasan sudah pasti. Terlebih lagi anak belajar menghargai dan mengapresiasi karya lewat origami.
  6. Belajar membaca diagram/gambar, berpikir matematis serta perbandingan (proporsi) lewat bentuk-bentuk yang dibuat melalui origami adalah salah satu keuntungan lain dari mempelajari origami.
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode yang kami gunakan adalah dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dan metode penelitian wawancara. Kami melakukan metode penelitian kualitatif dengan cara  mengamati 30 orang anak yang berada di TK Kenanga. Kami melakukan penelitian kepada para murid di TK Kenanga, ada berapa anak yang dapat melipat origami tanpa bantuan orang dewasa dan yang masih harus dengan arahan atau bantuan orang dewasa, mulai dari bentuk  yang sederhana sampai yang sulit, contohnya seperti: kupu-kupu dan ikan. Kemudian kami melakukan metode penelitian wawancara dengan mewawancari guru dari masing-masing kelas apakah anak-anak didiknya mampu membuat bentuk hewan dari kertas origami dan apakah murid-murid tersebut memiliki kendala dalam membuat bentuk dari kertas origami tersebut.
Kami mengunjungi kelas A dan B. Di kelas A berisi 15 murid. Kami meminta para siswa dan siswi untuk melipat origami menjadi bentuk ikan dalam waktu 15 menit. Hasilnya adalah semua murid berhasil menyelesaikan, tetapi sebagian murid mengalami kesulitan ketika melipat ekor ikan. Hasilnya pun masih belum sempurna, saat melipat murid masih dibantu oleh guru dan kami. Murid dikelas A belum bisa melipat dengan sendirinya, mereka masih harus dibimbing oleh orang dewasa.
Setelah mengunjungi kelas A kami beralih ke kelas B. Di kelas B berisi 15 murid. Berbeda dengan kelas A, dikelas B kami meminta para murid melipat kertas origami menjadi bentuk kupu-kupu. Kami mencontohkan cara membuat kupu-kupu memakai kertas origami di depan kelas, kami mencontohkannya hanya sekali. Sesudah itu sama dengan cara sebelumnya kami memberikan 15 menit untuk membuat kupu-kupu dari kertas origami. Hasil dari membuat dari kertas origami tersebut hanya 10 murid yang bisa membuat kupu-kupu dari kertas origami. 5 murid yang tidak berhasil menyelesaikan kupu-kupu dalam waktu 15 menit mengalami kesulitan, kesulitannya terletak saat murid membuka lipatan badan kupu-kupu, dan melipat bagian sayapnya. Di kelas B masih ada murid yang harus dibimbing tetapi ada juga murid yang bisa melipat sendiri.
BAB IV
Hasil Penelitian
  1. Hasil Penelitian
Setelah dilakukannya penelitian dengan melakukan percobaan penggunaan kertas origami pada murid Taman Kanak-kanak Kenanga yang terbagi menjadi dua kelas, yaitu kelas A dan B di dapatkan hasil sebagai berikut :
  1. Dinyatakan bahwa pada anak-anak kelas A cenderung kurang memahami dalam pembuatan bentuk-bentuk dari kertas origami. Hanya sebagian kecil yang dapat merespon cepat apa yang di instruksikan oleh guru. Dikarenakan adanya penggunaan dominan antara tangan kanan atau kiri. Pada sebagian anak yang menggunakan otak kiri mereka, biasanya tangan sebelah kanan yang lebih dominan dalam membuat/melakukan sesuatu. Sedangkan pada anak yang otaknya berfungsi secara simetris, menandakan bagian otak kanan lebih dominan, membuat bagian tangan kirinya lebih terampil. Sehingga Mereka masih banyak membutuhkan arahan dalam setiap langkah-langkah pembuatan bentuk ikan dari kertas origami.
  2. Kesulitan dalam pembuatan bentuk menggunakan kertas origami pada anak-anak kelas A, yaitu dalam pembuatan bentuk ikan dari kertas origami membutuhkan waktu yang lama. Mereka membutuhkan waktu lebih dari 2 menit dalam setiap perubahan bentuk. Hal ini dikarenakan, selama masa perkembangan anak usia dini, anak meningkat dalam hal perhatian dan kecepatan serta efisiensi pengolahan informasi, mereka mulai membentuk memori jangka panjang. Tetap saja, anak kecil tidak bisa mengingat sebaik mereka yang lebih tua. Untuk satu hal, anak kecil cenderung fokus pada detail-detail dan mudah juga untuk melupakan hal tersebut. Kecuali mereka mengulanginya beberapa kali.
  3. Pada anak-anak kelas A, cenderung lebih banyak berbicara, mengobrol dengan teman-temannya, sibuk dengan kegiatannya sendiri atau berlari-larian di dalam ruang kelas. Hal itu dikarenakan anak kelas A masih memiliki egosentrisme yang tinggi, mereka berfikiran bahwa dunia berpusat pada mereka, yang menyebabkan konsentrasi anak menjadi terbagi atau tidak fokus pada arahan guru sehingga lebih memilih hal yang menurut mereka lebih menarikdan menyebabkan konsentrasi anak menjadi terbagi atau tidak fokus pada arahan guru. Sehingga, peran guru dalam mengarahkan, membimbing, serta memotivasi anak-anak tersebut sangat penting. Dengan begitu, guru dapat mengidentifikasi kreativitas dan keberbakatan anak-anak tersebut, selain orang tua dan juga anak-anak tersebut dapat menyadari akan keberbakatan dan minat yang mereka miliki sehingga akan terarah.
  4. Dinyatakan bahwa pada anak-anak kelas B cenderung lebih cepat merespon apa yang diarahkan oleh gurunya. Dalam proses pembuatan bentuk-bentuk menggunakan kertas origami, mereka tidak terlalu mengalami kesulitan yang signifikan. Hanya sebagian kecil diantaranya yang mengalami kesulitan. Di karenakan, potensi atau kemampuan berfikir atau berimajinasi pada anak-anak kelas B sudah di atas rata-rata. Bisa dikatakan mereka jauh lebih mampu merespon cepat dibanding anak-anak kelas A. Namun, tidak menutup kemungkinan mereka juga masih memerlukan arahan dalam setiap langkah-langkah pembuatan bentuk dengan menggunakan kertas origami, khususnya bentuk kupu-kupu. Karena semakin sering mereka diberikan latihan atau diajarkan lebih banyak bentuk-bentuk, tingkat kreativitas serta bakat mereka bisa saja tersalurkan melalui media tersebut.
  5. Kesulitan dalam pembuatan bentuk menggunakan kertas origami pada anak-anak kelas B, yaitu dalam pembuatan bentuk kupu-kupu dari kertas origami membutuhkan waktu yang lumayan lama. Mereka membutuhkan waktu lebih dari setengah menit dalam setiap perubahan bentuk. Hal ini dikarenakan, kemampuan setiap anak berbeda yang satu dengan yang lainnya. Daya tangkap mereka cenderung masih belum bisa cepat memahami hanya dalam satu kali dicontohkan, harus diulang-ulang dan dilakukan pada pembelajaran selanjutnya. Lalu, karena tingkat kesulitan dalam pembuatan bentuk kupu-kupu dengan menggunakan kertas origami cukup tinggi. Namun, sebagian besar dari anak-anak tersebut bisa menyelasaikan dengan tepat dan rapih.
  6. Pada anak- anak kelas B, mereka lebih cepat menangkap informasi, lebih terampil, lebih kreatif dibanding anak-anak dari kelas A. Dalam proses belajar anak-anak kelas B jauh lebih tenang dan mereka bisa berkonsetrasi dengan apa yang sedang mereka kerjakan. Dilihat dari hasil bentuk kupu-kupu yang mereka buat, serta proses pewarnaan pada buku gambar menunjukkan bahwa mereka jauh lebih memiliki kreativitas yang lebih. Dengan begitu, guru dapat mengidentifikasi kreativitas dan keberbakatan anak-anak tersebut, selain orang tua dan juga anak-anak tersebut dapat menyadari akan keberbakatan dan minat yang mereka miliki sehingga akan lebih terarah.
Berikut hasil penelitian pembuatan bentuk dengan menggunakan kertas origami pada kelas A dan kelas B dalam bentuk diagram :
Untitled
  1. Lampiran Foto Kegiatan
 Untitled
(Kegiatan dengan siswa-siswi dari kelas A)
Untitled
(Kegiatan dengan siswa-siswi dari kelas B)
Untitled
(Salah satu murid dari kelas A)                             (Salah satu murid dari kelas B)
BAB V
Penutup
  1. Kesimpulan
            Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan peneliti tentang pemanfaatan kertas origami sebagai media pembelajaran dalam mengembangkan kreativitas anak usia 5-6 tahun di TK Kenanga, maka dapat diambil kesimpulan secara umum bahwa pemanfaatan kertas origami sebagai pembelajaran dalam pengembangan kreativitas anak TK Kenanga dari segi perencanaan dan pelaksanaan sudah sangat baik tetapi perkembangan kreativitas anak masih belum muncul, hal ini terlihat dari anak belum bisa mengembangkan dari contoh yang diberikan guru pada saat kegiatan melipat dan anak lebih terfokus pada contoh yang diberikan guru.
Setiap individu sebenarnya memiliki potensi untuk kreatif, dengan berbagai macam bentuknya. Namun untuk lebih mengoptimalkan dan mengembangkan kreativitas lebih lanjut, maka diperlukan peran lingkungan  untuk merangsang dan lebih mengembangkan kreativitas yang sudah ada. Lingkungan (dalam hal ini orang tua dan guru di sekolah) berperan penting untuk mengembangkan dan mengoptimalkan potensi-potensi kreatif pada anak.
DAFTAR PUSTAKA
Munandar, Utami. (1992). Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta: Gramedia Widyasarana Indonesia.
Pamadi, Hadjar & Sukardi, Evan. (2009). Seni Keterampilan Anak. Jakarta: Universitas Terbuka.
Pipit .(2010). Seni Melipat Memacu Kreativitas Otak. Jakarta.
http://www.pengertianahli.com/2013/11/pengertian-kreativitas-menurut-para-ahli.html
http://ramlimpd.blogspot.com/2010/10/faktor-pendukung-dan-penghambat.html