A. Konsep Sehat
Konsep-Konsep Kesehatan Dikembangkan Berdasarkan :
1. Dimensi
Emosional
Menurut Goleman, emosional merupakan hasil campur dari rasa
takut, gelisah, marah, sedih, senang. Orang yang sehat secara emosi dapat
terlihat dari kesetabilan dan kemampuannya mengontrol dan mengekspresikan
perasaan (marah, sedih atau senang) secara tidak berlebihan.
2. Dimensi
Intelektual
Kesehatan intelektual meliputi usaha untuk secara
terus-menerus tumbuh dan belajar untuk beradaptasi secara efektif dengan
perubahan baru. Bagaimana seseorang berfikir, wawasannya, pemahamannya,
alasannya, logika dan pertimbangnnya. Dikatakan sehat secara intelektual yaitu jika seseorang
memiliki kecerdasan dalam kategori yang baik mampu melihat realitas. Memilki
nalar yang baik dalam memecahkan masalah atau mengambil keputusan.
3. Dimensi Fisik
Menurut dimensi fisik, seseorang dikatakan sehat secara
fisiologis (fisik) bila terlihat normal,
tidak cacat, tidak mudah sakit, tidak kekurangan sesuatu apapun.
Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau
tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ
tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan.
4. Dimensi Sosial
Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu
berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan
ras, suku, agama atau kepercayan, status sosial, ekonomi, politik, dan
sebagainya, serta saling toleran dan menghargai. Sehat secara sosial dapat
dikatakan mereka yang bisa berinteraksi dan berhubungan baik dengan sekitarnya
mampu untuk bekerja sama. Tingkah laku manusia dalam kelompok sosial, keluarga,
pernihakan, dan sesama lainnya, penerimaan norma sosial dan pengendalian
tingkah laku.
5. Dimensi
Spiritual
Spiritual merupakan kehidupan kerohanian. Dengan menyerahkan
diri dengan bersujud dengan kepercayaan agama masing-masing. Sementara orang
yang sehat secara spiritual adalah mereka yang memiliki suatu kondisi
ketenangan jiwa dengan id mereka. Secara rohani dianggap sehat karena
pikirannya jernih tidak melakukan atau bertindak hal-hal yang diluar batas
kewajaran sehingga bisa berpikir rasional. Spiritual sehat tercermin dari cara
seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya
terhadap sesuatu di luar alam fana ini,
yakni Tuhan Yang Maha Kuasa.
Sejarah Perkembangan Kesehatan Mental:
Problem kesehatan mental sebenarnya sudah ada sejak manusia
sendiri itu ada. Sejak dulu manusia tidak hanya mengalami sakit jasmani tetapi
juga merasakan kesedihan,tertekan dan putus asa. Dan tentu saja orang juga
berusaha untuk menyembuhkan sakit non-jasmaniahnya baik dengan cara yang
rasional misalnya dengan minta nasehat pada orang tua, orang yang dituakan atau
dianggap bijak dan dengan cara yang irasional dengan pergi ke dukun atau
melakukan penyembahan pada benda-benda yang dianggap keramat. Perkembangan
kebudayaan, tekhnologi dan ilmu pengetahuan mempengaruhi cara-cara orang untuk
mengatasi problem non jasmaniah yang semakin lama tumbuh menjadi ilmu
pengetahuan sendiri.
Pada tahun 1908 terbut sebuah buku yang sangat terkenal
dengan judul “A Mind That Found It Self”. Buku tersebut dikarang oleh Clifford
Whittingham Beers. Buku itu menceritakan pengalaman-pengalamannya saat dirawat
dibeberapa rumah sakit. Ia mendapatkan perawatan yang kejam dan tidak
berperikemanusiaan pada pasien dengan gangguan jiwa, hal tersebut disebabkan
oleh rendahnya pemahaman mengenai kesehatan mental. Perawatan yang tulus dan
penuh kasih justru memberikan dampak yang positif bagi penderita gangguan
jiwa. Dari pengalamannya yang tidak
menyenangkan selama dirawat itulah, ia menyatakan bahwa keramah tamahan yang
ditunjukkan kepadanya justru memberikan dampak penyembuhan yang besar bagi
dirinya. Clifford Wittingham memberikan beberapa saran dalam usaha pencegahan
terjadinya gangguan mental dan perawatannya:
Ø
Pembaruan dalam perawatan penderita
Ø
Menyebarluaskan informasi untuk merubah sikap
terhadap pasien gangguan jiwa supaya lebih tepat dan manusiawi.
Ø
Mendorong diadakannya penelitian terhadap
sebab-sebab dan perawatan terhadap sakit mental
Ø
Mengembangkan usaha-usaha untuk mencegah
gangguan mental.
Demikian hidup dan menarik buku Clifford Beers tersbut
membuat banyak orang tergerak hatinya untuk ikut serta dalam gerakan kesehatan
mental. Adolf Meyer mengusulkan usaha-usaha atau gerakan kesehatan mental itu
disebut Mental Hygiene yang secara harfiah berarti pemeliharaan kesehatan
mental (preservation of the health of
the mind) kemudian pada tahun 1908 itu pula didirikan Society for Mental
Hygiene di Connecticut. Tahun berikutnya secara formal dibentuk panitia
nasional untuk kesehatan mental. Gerakan kesehatan mental semakin meluas ke
negara-negara lain, sehingga ketika pada tahun 1930 diadakan kongres
internasional mental hygiene di washington dc, dimana 53 negara mengirimkan
wakil-wakilnya kesana.
Dewasa ini perhatian orang-orang terhadap kesehatan mental
semakin besar. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya fasilitas kesehatan bagi
para penderita gangguan mental, keluarga yang memiliki anggota keluarga yang
memiliki gangguan mental pun sudah tidak merasa malu untuk membawa berobat, di
masa lalu anggota keluarga yang mengalami gangguan mental dikucilkan bahkan ada
pula yang dipasung.
Demikian pula disekolah tidak lepas dari pengaruh kesehatan
mental. Para pendidik semakin menyadari perlunya pengetrapan prinsip-prinsip
kesehatan mental untuk tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Justru sekolah
yang mempunyai peranan besar dalam “membentuk” manusia-manusia yang sehat badan
dan jiwanya.
Tiga macam orientasi besar dalam kesehatan mental menurut
Saparinah Sadli:
Pertama beliau mengemukakan tentang orientasi klasik.
Orientasi klasik menurutnya adalah “seseorang dianggap sehat apabila ia tidak
mempunyai keluhan tertentu seperti ketegangan, rasa lelah, cemas, rendah diri
atau perasaan tidak berguna yang semuanya menimbulkan perasaan sakit atau rasa
tidak sehat, serta menggangu efisiensi kegiatan sehari-hari”. Dalam definisi
ini, orientasi klasik mengemukakan orang yang sehat berarti orang yang tidak
mempunyai berbagai keluhan yang berakibat sakit untuk dirinya di dalam
kehidupan sehari-hari. Seperti tidak cepat merasa lelah, cemas, tidak percaya
diri, cepat putus asa, perasaan tidak berguna dan lain sebagainya. Biasanya
ranah cakupan orientasi klasik ini banyak berkembang didunia kedokteran.
Kedua
Saparinah Sadli mengemukakan, orientasi penyesuaian diri.Orientasi penyesuaian
diri adalah “seseorang dianggap sehat mental bila ia mampu mengembangakan
dirinya sesuai dengan tuntutan orang-orang lain serta lingkungan sekitarnya”.
Definisi diatas berarti, orang dikatan sehat apabila ia mampu bergaul dengan
orang-orang disekitarnya. Karena manusia adalah makhluk sosial yang tidak akan
pernah bisa untuk hidup sendiri tanpa bantuan orang lain.
Terakhir beliau megemukakan tentang orientasi pengembangan
potensi. Orientasi pengembangan potensi menurut beliau adalah “seseorang
dianggap mencapai taraf kesehatan jiwa bila ia mendapat kesempatan untuk
mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan sehingga ia bisa dihargai oleh
orang lain dan dirinya sendiri. Definisi diatas berarti orang dikatakan sehat
apabila ia berhasil mengembangkan dirinya sesuai dengan bakat dan kreativitas
yang ia miliki sehingga ia bisa dihargai oleh masyarakat diluar sana.
Sumber:
Rochman,
Kholil Lur. (2010). Kesehatan Mental. Yogyakarta: Fajar Media Press
Rochman,
Kholil Lur. (2010). Kesehatan Mental. Purwokerto: Stain Press
Schultz,
Duane. (1991). Psikologi Pertumbuhan. Yogyakarta: Kanisius
B. Teori Kepribadian Sehat
I.
Aliran Psikoanalisis
Sigmund Freud (1856-1939) merupakan pendiri
psikoanalisis. Menurut Freud pikiran-pikiran yang direpres atau ditekan,
merupakan sumber perilaku yang tidak normal atau menyimpang.
Sumbangan terbesar Freud pada teori
kepribadian adalah eksplorasinya ke dalam dunia tidak sadar dan keyakinannya
bahwa manusia termotivasi oleh dorongan-dorongan utama yang belum atau tidak
mereka sadari. Bagi Freud, kehidupan mental terbagi menjadi dua tingkat, alam
tidak sadar dan alam sadar. Alam tidak sadar terbagi menjadi dua tingkat, alam
tidak sadar dan alam bawah sadar.
Dalam psikologi Freudian, ketiga tingkat
kehidupan mental ini dipahami, baik sebagai proses maupun lokasi. Tentu saja,
keberadaan lokasi dari ketiga tingkat tersebut bersifat hipotesis dan tidak
nyata ada di dalam tubuh. Sekalipun demikian, ketika membahas alam tidak sadar,
Freud melihatnya sebagai suatu alam tidak sadar sekaligus proses terjadi tanpa
disadari.
·
Alam Tidak Sadar
Alam tidak sadar (unconscious) menjadi tempat bagi segala dorongan,
desakan maupun insting yang tak kita sadari tetapi ternyata mendorong
perkataan, perasaan dan tindakan kita. Sekalipun kita sadar akan perilaku kita
yang nyata, sering kali kita tidak menyadari proses mental yang ada dibalik
perilaku tersebut. Misalnya seorang pria bisa saja mengetahui bahwa ia tertarik
pada seorang wanita tetapi tidak benar-benar memahami alasan dibalik
ketertarikannya, yang bisa saja bersifat tidak rasional.
Dorongan tidak sadar ini muncul di alam bawah sadar setelah menjalani
transformasi tertentu. Contohnya, seseorang dapat mengekspresikan dorongan
erotis atau keinginan untuk melukai orang lain dengan cara menggoga atau
mengolok-olok orang lain. Dorongan sejati (seks atau agresi) menjadi
terselubung dan tersembunyi dari alam sadar kedua orang tersebut. Akan tetapi,
alam tidak sadar orang kedua secara langsung. Keduanya dapat memuaskan dorongan
seksual maupun agresif, tetapi tak satupun di antara mereka menyadari motif di
balik godaan atau olok-olok tersebut. Dengan cara inilah, alam tidak sadar
seseorang bisa berkomunikasi dengan alam tidak sadar dari orang lain, keduanya
sama-sama tidak sadar akan proses tersebut.
Tentu saja, alam tidak sadar bukan berarti tidak aktif atau dorman.
Dorongan-dorongan di alam tidak sadar terus-menerus berupaya agar disadari, dan
kebanyakan berhasil masuk ke alam sadar, sekalipun tak lagi muncul dalam bentuk
asli. Pikiran-pikiran yang tak disadari ini bisa dan memang memotivasi manusia.
Contohnya, amarah sseorang anak terhadap sang ayah bisa terselubung dalam
bentuk kasih sayang yang berlebihan. Apabila tak bisa disembunyikan, rasa marah
seperti ini sudah tentu akan menyebabkan si anak merasa sangat cemas. Oleh
karena itu, alam bawah sadarnya memotivasinya untuk mengekspresikan rasa marah
melalui ungkapan rasa cinta dan pujian yang berlebihan. Agar selubung itu
benar-benar berhasil mengelabui orang tersebut, maka sering kali perasaan
tersebut muncul dalam bentuk yang sama sekali berbeda dengan perasaan yang
sebenarnya, tetapi selalu muncul dalam bentuk yang berlebihan dan penuh
kepura-puraan. (Mekanisme ini dikenal dengan pembentukan reaksi (reaction
formation) yang akan dibahas secara terpisah dibagian berjudul Mekanisme Pertahanan
(Defense Mechanism) yang terdiri dari represi (repression), pembentukan reaksi
(reaction formation), pengalihan (displacement), fiksasi (fixation), regresi
(regression), proyeksi (projection), introyeksi (introjection), dan sublimasi
(sublimation).
·
Alam Bawah Sadar
Alam bawah sadar (preconscious) ini memuat semua elemen yang tak
disadari, tetapi bisa muncul kesadaran dengan cepat atau agak sukar (Freud,
1993/1964). Isi alam bawah sadar ini datang dari dua sumber, yang pertama
adalah persepsi sadar (conscious perception). Apa yang dipersepsikan orang
secara sadar dalam waktu singkat, akan segera masuk ke dalam alam bawah sadar
selagi fokus perhatian beralih ke pemikiran lain.
Sumber kedua dari gambaran-gambaran bawah sadar adalah alam tidak sadar.
Sedangkan sejumlah gambaran lain dari alam tidak sadar bisa masuk ke alam sadar
karena bersembunyi dengan baik dalam bentuk mimpi, salah ucap, ataupun dalam
bentuk pertahanan diri yang kuat.
·
Alam Sadar
Alam sadar (conscious), yang memainkan peran tak berarti dalam teori
psikoanalisis, didefinisikan sebagai elemen-elemen mental yang setiap saat
berada dalam kesadaran. Ini adalah satu-satunya tingkat kehidupan mental yang
bisa langsung kita raih. Ada dua pintu yang dapat dilalui oleh pikiran agar
bisa masuk ke alam sadar yaitu sistem kesadaran perseptual (perceptual
conscious), yaitu terbuka pada dunia luar dan berfungsi sebagai perantara bagi
persepsi kita tentang stimulus dari luar.
Sumber kedua bagi elemen alam sadar ini datang dari dalam struktur
mental dan mencakup gagasan-gagasan tidak mengancam yang datang dari alam bawah
sadar maupun gambaran-gambaran yang membuat cemas, tetapi terselubung dengan
rapi yang berasal dari alam tidak sadar.
II.
Aliran Behavioristik
Behaviorisme atau Aliran Perilaku (juga
disebut Perspektif Belajar) adalah filosofi dalam psikologi yang berdasar pada
proposisi bahwa semua yang dilakukan organisme - termasuk tindakan, pikiran,
atau perasaan - dapat dan harus dianggap sebagai perilaku. Aliran ini
berpendapat bahwa perilaku demikian dapat digambarkan secara ilmiah tanpa
melihat peristiwa fisiologis internal atau konstrak hipotetis seperti pikiran.
Behaviorisme beranggapan bahwa semua teori harus memiliki dasar yang bisa
diamati tapi tidak ada perbedaan antara proses yang dapat diamati secara publik
(seperti tindakan) dengan proses yang diamati secara pribadi (seperti pikiran
dan perasaan).
Teori-teori behavioristik adalah proses
belajar serta peranan lingkungan yang merupakan kondisi langsung belajar dalam
menjelaskan perilaku. Semua bentuk tingkah laku manusia adalah hasil belajar
yang bersifat mekanistik lewat proses penguatan. Pendekatan behavioristik
terhadap kepribadian memiliki dua asumsi dasar, yaitu:
1)
Perilaku harus dijelaskan dalam pengaruh kausal lingkungan terhadap diri
individu
2)
Pemahaman terhadap manusia harus dibangun berdasarkan riset ilmiah
objektif dikontrol dengan seksama dalam eksperimen laboratorium
Manusia dianalogikan atau dianggap sebagai
tikus pintar yang mempelajari labirin kehidupan. Behavioristik memiliki pandangan
tentang kehendak bebas yaitu perilaku yang ditentukan oleh lingkungan.
III.
Aliran Humanistik
Abraham Maslow (1908-1970) dapat dipandang
sebagai Bapak dari psikologi humanistik. Gerakan ini merasa tidak puas terhadap
psikologi behavioristik dan psikoanalisis, dan memfokuskan penelitiannya pada
manusia dengan ciri-ciri eksistensinya.
Psikologi humanistik mulai di Amerika
Serikat pada tahun 1950 dan terus berkembang. Tokoh-tokoh Psikologi Humanistik
memandang behavorisme mendehumanisasi manusia. Psikologi Humanistik mengarahkan
perhatiannya pada humanisasi psikologi yang menekankan keunikan manusia.
Menurut Psikologi Humanistik manusia adalah makhluk kreatif, yang dikendalikan
oleh nilai-nilai dan pilihan-pilihannya sendiri bukan oleh kekuatan-kekuatan
ketidaksadaran.
Maslow menjadi terkenal karena teori
motivasinya, yang dituangkan dalam bukunya “Motivation and Personality”. Dalam
buku tersebut diuraikan bahwa pada manusia terdapat lima macam kebutuhan yang
berhirarki, meliputi:
1)
Kebutuhan-kebutuhan fisiologis (the physiological needs)
2)
Kebutuhan-kebutuhan rasa aman (the safety needs / the security needs)
3)
Kebutuhan rasacinta dan memiliki (the love and belongingness needs)
4)
Kebutuhan akan penghargaan diri (the self-esteem needs)
5)
Kebutuhan akan aktualisasi diri (the self-actualization needs)
Menurut Maslow psikologi harus lebih
manusiawi, yaitu lebih memusatkan perhatiannya pada masalah-masalah kemanusian.
Ada empat ciri psikologi yang berorientasi humanistik, yaitu:
a)
Memusatkan perhatian pada person yang mengalami, dan karenanya berfokus
pada pengalaman sebagai fenomena primer dalam mempelajari manusia.
b)
Memberi tekanan pada kualitas-kualitas yang khas manusia, seperti
kreativitas, aktualisasi diri, sebagai lawan pandangan tentang manusia yang
mekanistis dan reduksionis.
c)
Menyadarkan diri pada kebermaknaan dalam memilih masalah-masalah yang
akan dipelajari dan prosedur-prosedur penelitian yang akan digunakan.
d)
Memberikan perhatian penuh dan meletakkan nilai yang tinggi pada
kemuliaan dan martabat manusia serta tertarik pada perkembangan potensi yang
inheren pada setiap individu (Misiak dan Sexton, 1988). Selain Maslow sebagai
tokoh dalam psikologi humanistik, juga Carl Rogers (1902-1987) yang terkenal
dengan client-centered therapy (Walgito, B 2002 : 80).
Perbedaan Aliran Psikoanalisa,
Behavioristik dan Humanistik tentang kepribadian sehat:
Perbedaan Psikoanalisa, Behaviorisme, dan
Humanistik terhadap kepribadian sehat :
1. PSIKOANALISA
Aliran psikoanalisa melihat manusia dari
sisi negatif, alam bawah sadar (id, ego, super ego), mimpi dan masa lalu.
Aliran ini mengabaikan Potensi yang dimiliki oleh manusia.
Pandangan kaum psikoanalisa, hanya memberi
kepada kita sisi yang sakit atau kurang, ‘sisi yang pincang’ dari kodrat
manusia, karna hanya berpusat pada tingkah laku yang neuritis dan psikotis.
Sigmund freud dan orang-orang yang
mengikuti ajarannya mempelajari kepribadian yang terganggu secara emosional,
bukan kebribadian yang sehat; atau kebribadian yang paling buruk dari kodrat
manusia, bukan yang paling baik.
Jadi, aliran ini memberi gambaran pesimis
tentang kodrat manusia, dan manusia dianggap sebagai korban dari
tekanan-tekanan biologis dan konflik
masa kanak-kanak.
2. BEHAVIORISME
Aliran behaviorisme memperlakukan manusia
sebagai mesin, yaitu di dalam suatu system kompleks yang bertigkah laku menurut
cara-cara yang sesuai dengan hukum. Dalam pandangan kaum behavioris, individu
digambarkan sebagai suatu organisme yang bersifat baik, teratur, dan ditentukan
sebelumnya, dengan banyak spontanitas, kegembiraan hidup, berkreativitas,
seperti alat pengatur panas.
Jadi, manusia dilihat oleh para behavioris
sebagai orang-orang yang memberikan respons secara pasif terhadap
stimulus-stimulus dari luar dan manusia di anggap tidak memiliki diri sendiri.
3. HUMANISTIK
Para ahli psikologi humanistik, telah
memiliki sudut pandang yang segar terhadap kodrat manusia. Apa yang mereka
lihat adalah suatu tipe individu yang berbeda dari apa yang digambarkan oleh
behaviorisme dan psikoanalisa, yaitu bentuk-bentuk psikologi tradisional.
Aliran ini menganggap setiap orang memiliki kemampuan untuk lebih baik.
Bagi ahli-ahli psikologi humanistik,
manusia jauh lebih banyak memiliki potensi. Meskipun kebanyakan ahli psikologi
humanistik tidak menyangkal bahwa stimulus-stimulus dari luar, instink-instink,
dan konflik-konflik masa kanak-kanak mempengaruhi kebribadian, namun mereka
tidak percaya bahwa manusia merupakan korban yang tidak dapat berubah dari kekuatan-kekuatan negatif.
.
Manusia harus dapat mengatasi masa lampau,
kodrat biologis, dan ciri-ciri lingkungan. Manusia juga harus berkembang dan
tumbuh melampaui kekuatan-kekuatan negatif yang secara potensial menghambat.
IV.
Pendapat Allport
Allport ingin menghilangkan
kontradiksi-kontradiksi dan kekaburan-kekaburan yang terkandung dalam
pembicaraan-pembicaraan tentang “diri” dengan membuang kata itu dan
menggantikannya dengan suatu kata lain yang akan membedakan konsepnya tentang
“diri” dari semua konsep lain. Istilah yang dipilihnya adalah proprium dan
dapat didefinisikan dengan memikirkan bentuk sifat “propriate” seperti dalam
kata “appropriate”.
Proprium menunjuk kepada sesuatu yang
dimiliki seseorang atau unik bagi seseorang. Itu berarti bahwa proprium (self)
terdiri dari hal-hal atau proses-proses yang penting dan bersifat pribadi bagi
seorang individu, segi-segi yang menentukan seseorang sebagai yang unik.
Allport menyebutnya “saya sebagaimana dirasakan dan diketahui”.
Proprium berkembang dari masa bayi sampai
masa adolesensi melalui tujuh tingkat “diri”. Apabila semua segi perkembangan
telah muncul sepenuhnya, maka segi-segi tersebut dipersatukan dalam suatu
konsep proprium. Jadi proprium adalah susunan dari tujuh tingkat “diri” ini.
Munculnya proprium merupakan suatu prasyarat untuk suatu kepribadian yang
sehat.
“Diri” jasmaniah. Kita tidak dilahirkan dengan
suatu perasaan tentang diri. Bayi itdak dapat membedakan antara diri (“saya”)
dan dunia sekitarnya. Kira-kira pada usia 15 bulan, maka muncullah tingkat
pertama perkembangan proprium diri jasmaniah. Kesadaran akan “saya jasmaniah”
misalnya bayi membedakan antara jari-jarinya dan sebuah benda yang dipegang
dalam jari-jarinya.
Identitas diri. Pada tingkat kedua
perkembangan, muncullah perasaan identitas diri. Anak mulai sadar akan
identitasnya yang berlangsung terus sebagai seorang yang terpisah. Anak mempelajari
namanya, menyadari bahwa bayangan dalam cermin adalah bayangan yang sama
seperti yang dilihatnya kemarin, dan percaya bahwa perasaan tentang “saya” atau
“diri” tetap bertahan dalam menghadapi pengalaman-pengalaman yang berubah-ubah.
Harga diri. Tingkat ketiga dalam
perkembangan proprium ialah timbulnyaharga diri. Hal ini menyangkut perasaan
bangga dari anak sebagai suatu hasil dari belajar mengerjakan benda-benda atas
usahanya sendiri. Allport percaya bahwa hal ini merupakan suatu tingkat perkembangan
yang menentukan, apabila orang tua menghalangi kebutuhan anak untuk menyelidiki
maka perasaan harga diri yang timbul dapat dirusakkan. Akibatnya dapat timbul
perasaan dihina dan marah.
Perluasan diri (self extension). Tingkat
perkembangan diri berikutnya adalah perluasan diri, mulai sekitar usia 4 tahun.
Anak sudah mulai menyadari orang-orang lain dan benda-benda dalam lingkungannya
dan fakta bahwa beberapa diantaranya adalah milik anak tersebut. Anak berbicara
tentang “kepunyaanku”, ini adlah permulaan dari kemampuan orang untuk
memperluas dirinya, untuk memasukkan tidak hanya benda-benda tetapi juga
abstraksi-abstraksi, nilai-nilai, dan kepercayaan-kepercayaan.
Gambaran diri. Gambaran diri berkembang
pada tingkat berikutnya. Hal ini menunjukkan bagaimana anak melihat dirinya dan
pendapatnya tentang dirinya. Gambaran ini berkembang dari interaksi-interaksi
antara orangtua dan anak. Lewat pujian dan hukuman anak belajar bahwa
orangtuanya mengharapkan supaya menampilkan tingkah laku-tingkah laku tertentu
dan manjauhi itngkah laku-tingkah laku lain. Dengan mempelajari harapan-harapan
orangtua, anak mengembangkan dasar untuk suatu perasaan tanggung jawab moral
serta untuk perumusan tentang tujuan-tujuan dan intensi-intensi.
Diri sebagai pelaku rasional. Setelah anak
mulai sekolah, diri sebagai pelaku rasional mulai timbul. Aturan-aturan dan
harapan-harapan baru dipelajari dari guru-guru dan teman-teman sekolah serta
hal yang lebih penting ialah diberikannya aktivitas-aktivitas dan
tantangan-tantangan intelektual. Anak belajat bahwa dia dapat memecahkan
masalah-masalah dengan menggunakan proses-proses yang logis dan rasional.
Perjuangan proprium (propriate striving).
Dalam masa adolesensi, perjuangan proprium (propriate striving), tingkat
terakhir tingkat terakhir dalam perkembangan diri (selfhood) timbul. Allport
percaya bahwa masa adolesensi merupakan suatu masa yang sangat menentukan.
Orang sibuk dalam mencari identitas diri yang baru, segi yang sangat penting
dari pencarian identitas ini adalah definisi suatu tujuan hidup. Pentingnya
pencarian ini yakni untuk pertama kalinya orang memperhatikan masa depan,
tujuan-tujuan dan impian-impian jangka panjang.
Perkembangan dari daya dorong kedepan,
intensi-intensi, aspirasi-aspirasi, dan harapan-harapan orang itu mendorong
kepribadian yang matang. “sasaran-sasaran yang menentukan” ini dalam pandangan
Allport sangat penting untuk kepribadian sehat.
Tujuh tingkat diri atau proprium ini
berkembang dari masa bayi sampai masa adolesensi. Suatu kegagalan atau kekecewaan
yang hebat pada setiap tingkat melumpuhkan penampilan tingkat-tingkat
berikutnya serta menghambat integrasi harmonis dari tignkat-tingkat itu dalam
proprium. Dengan demikian pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak sangat penting
dalam perkembangan kepribadian yang sehat.\
Ciri – ciri kepribadian yang matang menurut
Allport:
1). Perluasan Perasaan Diri
Ketika diri berkembang, maka diri itu
meluas menjangkau banyak orang dan benda. Mula-mula diri berpusat hanya pada
individu kemudian diri bertambah luas meliputi nilai-nilai dan citi-cita yang
abstrak. Orang harus menjadi partisipan yang langsung dan penuh. Allport
menamakan hal ini “pertisipasi otentik yang dilakukan oleh orang dalam beberapa
suasana yang penting dari usaha manusia”. Orang harus meluaskan diri ke dalam
aktivitas.
Menurut Allport, suatu aktivitas harus
relevan dan penting bagi diri; harus berarti sesuatu bagi orang itu. Apabila
anda mengerjakan suatu pekerjaan karena anda percaya bahwa pekerjaan itu
penting, menantang kemampuan, membuat anda merasa enak, maka anda merupakan
seorang partisipan otentik dalam pekerjaan itu. Aktivitas itu lebih berarti
daripada pendapatan yang diperoleh dan memuaskan kebutuhan-kebuthan lain juga.
Semakin seseorang terlibat sepenuhnya
dengan berbagai aktivitas atau orang atau ide, maka ia semakin sehat secara
psikologis. Diri menjadi tertanam dalam aktivitas-aktivitas yang penuh arti dan
menjadi perluasan perasaan diri.
2). Hubungan Diri yang Hangat dengan
Orang-orang Lain
Allport membedakan dua macam kehangatan
dalam hubungan dengan orang-orang lain: kapasitas untuk keintiman dan kapasitas
untuk perasaan terharu.
Orang yang sehat secara psikologis mampu
memperlihatkan keintiman (cinta) terhadap orangtua, anak, partner, teman akrab.
Apa yang dihasilkan oleh kapasitas untuk keintiman ini adalah suatu perasaan
perluasan diri yang berkembang baik, syarat lain bagi kapasitas keintiman
adalah suatu perasaan identitas diri yang berkembang dengan baik.
Ada perbedaan antara hubungan cinta dari
orang yang neurotis dengan hubungan cinta dari kepribadian-kepribadian yang
sehat. Orang-orang yang neurotis harus menerima cinta jauh lebih banyak
daripada kemampuan mereka untuk memberinya. Apabila mereka membari cinta, maka
cinta itu diberikan dengan syarat-syarat dan kewajiban-kewajiban yang bersifat
timbal balik. Cinta dari orang yang sehat adalah tanpa syarat, tidak
melumpuhkan, atau mengikat.
Perasaan terharu, tipe kehangatan yang
kedua adalah suatu pemahaman tentang kondisi dasar manusia dan perasaan
kekeluargaan dengan semua bangsa. Orang yang sehat memiliki kapasitas untuk
memahami kesakitan-kesakitan, penderitaan-penderitaan, ketakutan-ketakutan, dan
kegagalan-kegagalan yang merupakan cirri kehidupan manusia. Empati ini timbul
melalui “perluasan imajinatif” dan perasaan orang sendiri terhadap kemanusiaan
pada umumnya.
Sebagai hasil dari kapasitas perasaan
terharu, kepribadian yang matang sabar terhadap tingkah laku orang-orang lain
dan tidak mengadili atau menghukumnya. Orang yang sehat menerima
kelemahan-kelemahan manusia, dan mengetahui bahwa dia memiliki
kelemahan-kelemahan yang sama. Akan tetapi, orang yang neurotis tidak sabar dan
tidak mampu memahami sifat universal dari pengalaman-pengalaman dasar manusia.
3). Keamanan Emosional
Kepribadian-kepribadian yang sehat juga
mampu menerima emosi-emosi manusia. Kepribadian-kepribadian yang sehat
mengontrol emosi-emosi mereka, sehingga emosi-emosi ini tidak mengganggu
aktivitas-aktivitas antarpribadi, emosi-emosi diarahkan kembali ke dalam
saluran-saluran yang lebih konstruktif. Akan tetapi orang-orang yang neurotis
menyerah pada emosi apa saja yang dominant pada saat itu, berkali-kali
memperlihatkan kemarahan atau kebencian.
Kualitas lain dari keamanan emosional ialah
apa yang disebut Allport “sabar terhadap kekecewaan”. Orang-orang yang sehat
sabar menghadapi kemunduran-kemunduran, tidak menyerah diri kepada kekecewaan,
tetapi mampu memikiran cara-cara yang berbeda, yang kurang menimbulkan
kekecewaan untuk mencapai tujuan-tujuan yang sama atau tujuan-tujuan
substitusi.
4). Persepsi Realistis
Orang-orang yang sehat memandang dunia
mereka secara objektif. Sebaliknya, orang-orang yang neurotis kerapkali harus
mengubah realitas supaya membuatnya sesuai dengan keinginan-keinginan,
kebutuhan-kebutuhan, dan ketakutan-ketakutan mereka sendiri. Orang-orang yang
sehat tidak perlu percaya bahwa orang-orang lain atau situasi-situasi semuanya
jahat atau semuanya baik menurut suatu prasangka pribadi terhadap realitas.
Mereka menerima realitas sebagaimana adanya.
5). Keterampilan-keterampilan dan
Tugas-tugas
Keberhasilan dalam pekerjaan menunjukkan
perkembangan keterampilan-keterampilan dan bakat-bakat tertentu, suatu tingkat
kemampuan. Kita harus menggunakan keterampilan-keterampilan itu secara ikhlas,
antusias, melibatkan dan menempatkan diri sepenuhnya dalam pekerjaan kita.
Allport mengemukakan bahwa ada kemungkinan
orang-orang yang memiliki keterampilan-keterampilan menjadi neurotis, akan
tetapi tidak mungkin menemukan orang-orang yang sehat dan matang yang tidak
mengarahkan keterampilan mereka pada pekerjaan mereka. Allport mengutip apa
yang dikatakan Harvey Cushing, ahli badah otak yang terkenal, “satu-satunya
cara untuk melangsungkan kehidupan adalah menyelesaikan suatu tugas”.
Pekerjaan dan tanggung jawab memberikan
arti dan perasaan kontinuitis untuk hidup. Tidak mungkin mencapai kematangan
dan kesehatan psikologis yang positif tanpa melakukan pekerjaan yang penting
melakukannya dengan dedikasi, komotmen, dan keterampilan-keterampilan.
6). Pemahaman Diri
Kepribadian yang sehat mencapai suatu
tingkat pemahaman diri yang lebih tinggi daripada orang-orang yang neurotis.
Orang yang sehat terbuka pada pendapat orang-orang lain dalam merumuskan suatu
gambaran diri yang objektif.
Orang yang memilii suatu tingkat pemahaman
diri (self objectification) yang tinggi atau wawasan diri tidak mungkin
memproyeksikan kualitas-kualitas pribadinya yang negatif kepada orang lain.
Allport juga mengemukakan bahwa orang yang memiliki wawasan diri yang lebih
baik adalah lebih cerdas daripada orang yang memiliki wawasan diri yang kurang.
7). Filsafah Hidup yang Mempersatukan
Bagi Allport rupanya mustahil memiliki
suatu kepribadian yang sehat tanpa aspirasi-aspirasi dan arah ke masa depan.
Allport menekankan bahwa nilai-nilai (bersama dengan tujuan-tujuan) adalah
sangat penting bagi perkembangan suatu filsafat hidup yang mempersatukan.
Memiliki nilai-nilai yang kuat, jelas
memisahkan orang yag sehat dari orang yang neurotis. Orang yang neurotis tidak
memiliki nilai-nilai atau hanya memiliki nilai-nilai yang terpecah-pecah dan
bersifat sementara sehingga tidak cukup kuat untuk mengikat atau mempersatukan
semua segi kehidupan.
Suara hati juga ikut berperan dalam suatu
filsafat hidup yang mempersatukan. Suara hati yang tidak matang atau neurotis
sama seperti suara hati kanak-kanak, yang patuh, membudak, penuh dengan
pembatasan-pembatasan dan larangan-larangan yang dibawa dari masa kanak-kanak
ke dalam masa dewasa. Sedangkan suara hati yang matang adalah suatu perasaan
kewajiban dan tangggung jawab kepada diri sendiri dan orang lain.
Sumber:
Feist, Jess
dan Gregory J. Feist. (2010). Teori Kepribadian (Theories of Personality).
Jakarta: Salemba Humanika.
Baihaqi,
MIF. (2008). Psikologi Pertumbuhan, Kepribadian Sehat Untuk Mengembangkan
Optimisme. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Hlm. 4-6.
Basuki,
Heru. (2008). Psikologi Umum. Jakarta: Universitas Gunadarma
Schultz, D.
(1991). Psikologi Pertumbuhan. Yogyakarta: KANISUS
Lindsay,Gardner.
Editor: Sugiyono. (1993). Psikologi Kepribadian 3 Teori-Teori Kepribadian dan
Behavioristik. Kanisius: Yogyakarta