Minggu, 06 Maret 2016

Tugas I

A. Konsep Sehat

Konsep-Konsep Kesehatan Dikembangkan Berdasarkan :
1.      Dimensi Emosional
Menurut Goleman, emosional merupakan hasil campur dari rasa takut, gelisah, marah, sedih, senang. Orang yang sehat secara emosi dapat terlihat dari kesetabilan dan kemampuannya mengontrol dan mengekspresikan perasaan (marah, sedih atau senang) secara tidak berlebihan.
2.      Dimensi Intelektual
Kesehatan intelektual meliputi usaha untuk secara terus-menerus tumbuh dan belajar untuk beradaptasi secara efektif dengan perubahan baru. Bagaimana seseorang berfikir, wawasannya, pemahamannya, alasannya, logika dan pertimbangnnya. Dikatakan sehat  secara intelektual yaitu jika seseorang memiliki kecerdasan dalam kategori yang baik mampu melihat realitas. Memilki nalar yang baik dalam memecahkan masalah atau mengambil keputusan.
3.      Dimensi Fisik
Menurut dimensi fisik, seseorang dikatakan sehat secara fisiologis (fisik) bila terlihat normal,  tidak cacat, tidak mudah sakit, tidak kekurangan sesuatu apapun. Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan.
4.      Dimensi Sosial
Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku, agama atau kepercayan, status sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya, serta saling toleran dan menghargai. Sehat secara sosial dapat dikatakan mereka yang bisa berinteraksi dan berhubungan baik dengan sekitarnya mampu untuk bekerja sama. Tingkah laku manusia dalam kelompok sosial, keluarga, pernihakan, dan sesama lainnya, penerimaan norma sosial dan pengendalian tingkah laku.
5.      Dimensi Spiritual
Spiritual merupakan kehidupan kerohanian. Dengan menyerahkan diri dengan bersujud dengan kepercayaan agama masing-masing. Sementara orang yang sehat secara spiritual adalah mereka yang memiliki suatu kondisi ketenangan jiwa dengan id mereka. Secara rohani dianggap sehat karena pikirannya jernih tidak melakukan atau bertindak hal-hal yang diluar batas kewajaran sehingga bisa berpikir rasional. Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu di luar alam fana  ini, yakni Tuhan Yang Maha Kuasa.

Sejarah Perkembangan Kesehatan Mental:
Problem kesehatan mental sebenarnya sudah ada sejak manusia sendiri itu ada. Sejak dulu manusia tidak hanya mengalami sakit jasmani tetapi juga merasakan kesedihan,tertekan dan putus asa. Dan tentu saja orang juga berusaha untuk menyembuhkan sakit non-jasmaniahnya baik dengan cara yang rasional misalnya dengan minta nasehat pada orang tua, orang yang dituakan atau dianggap bijak dan dengan cara yang irasional dengan pergi ke dukun atau melakukan penyembahan pada benda-benda yang dianggap keramat. Perkembangan kebudayaan, tekhnologi dan ilmu pengetahuan mempengaruhi cara-cara orang untuk mengatasi problem non jasmaniah yang semakin lama tumbuh menjadi ilmu pengetahuan sendiri.
Pada tahun 1908 terbut sebuah buku yang sangat terkenal dengan judul “A Mind That Found It Self”. Buku tersebut dikarang oleh Clifford Whittingham Beers. Buku itu menceritakan pengalaman-pengalamannya saat dirawat dibeberapa rumah sakit. Ia mendapatkan perawatan yang kejam dan tidak berperikemanusiaan pada pasien dengan gangguan jiwa, hal tersebut disebabkan oleh rendahnya pemahaman mengenai kesehatan mental. Perawatan yang tulus dan penuh kasih justru memberikan dampak yang positif bagi penderita gangguan jiwa.  Dari pengalamannya yang tidak menyenangkan selama dirawat itulah, ia menyatakan bahwa keramah tamahan yang ditunjukkan kepadanya justru memberikan dampak penyembuhan yang besar bagi dirinya. Clifford Wittingham memberikan beberapa saran dalam usaha pencegahan terjadinya gangguan mental dan perawatannya:

Ø  Pembaruan dalam perawatan penderita

Ø  Menyebarluaskan informasi untuk merubah sikap terhadap pasien gangguan jiwa supaya lebih tepat dan manusiawi.

Ø  Mendorong diadakannya penelitian terhadap sebab-sebab dan perawatan terhadap sakit mental

Ø  Mengembangkan usaha-usaha untuk mencegah gangguan mental.

Demikian hidup dan menarik buku Clifford Beers tersbut membuat banyak orang tergerak hatinya untuk ikut serta dalam gerakan kesehatan mental. Adolf Meyer mengusulkan usaha-usaha atau gerakan kesehatan mental itu disebut Mental Hygiene yang secara harfiah berarti pemeliharaan kesehatan mental  (preservation of the health of the mind) kemudian pada tahun 1908 itu pula didirikan Society for Mental Hygiene di Connecticut. Tahun berikutnya secara formal dibentuk panitia nasional untuk kesehatan mental. Gerakan kesehatan mental semakin meluas ke negara-negara lain, sehingga ketika pada tahun 1930 diadakan kongres internasional mental hygiene di washington dc, dimana 53 negara mengirimkan wakil-wakilnya kesana.
Dewasa ini perhatian orang-orang terhadap kesehatan mental semakin besar. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya fasilitas kesehatan bagi para penderita gangguan mental, keluarga yang memiliki anggota keluarga yang memiliki gangguan mental pun sudah tidak merasa malu untuk membawa berobat, di masa lalu anggota keluarga yang mengalami gangguan mental dikucilkan bahkan ada pula yang dipasung.
Demikian pula disekolah tidak lepas dari pengaruh kesehatan mental. Para pendidik semakin menyadari perlunya pengetrapan prinsip-prinsip kesehatan mental untuk tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Justru sekolah yang mempunyai peranan besar dalam “membentuk” manusia-manusia yang sehat badan dan jiwanya.
Tiga macam orientasi besar dalam kesehatan mental menurut Saparinah Sadli:
Pertama beliau mengemukakan tentang orientasi klasik. Orientasi klasik menurutnya adalah “seseorang dianggap sehat apabila ia tidak mempunyai keluhan tertentu seperti ketegangan, rasa lelah, cemas, rendah diri atau perasaan tidak berguna yang semuanya menimbulkan perasaan sakit atau rasa tidak sehat, serta menggangu efisiensi kegiatan sehari-hari”. Dalam definisi ini, orientasi klasik mengemukakan orang yang sehat berarti orang yang tidak mempunyai berbagai keluhan yang berakibat sakit untuk dirinya di dalam kehidupan sehari-hari. Seperti tidak cepat merasa lelah, cemas, tidak percaya diri, cepat putus asa, perasaan tidak berguna dan lain sebagainya. Biasanya ranah cakupan orientasi klasik ini banyak berkembang didunia kedokteran.
          Kedua Saparinah Sadli mengemukakan, orientasi penyesuaian diri.Orientasi penyesuaian diri adalah “seseorang dianggap sehat mental bila ia mampu mengembangakan dirinya sesuai dengan tuntutan orang-orang lain serta lingkungan sekitarnya”. Definisi diatas berarti, orang dikatan sehat apabila ia mampu bergaul dengan orang-orang disekitarnya. Karena manusia adalah makhluk sosial yang tidak akan pernah bisa untuk hidup sendiri tanpa bantuan orang lain.
Terakhir beliau megemukakan tentang orientasi pengembangan potensi. Orientasi pengembangan potensi menurut beliau adalah “seseorang dianggap mencapai taraf kesehatan jiwa bila ia mendapat kesempatan untuk mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan sehingga ia bisa dihargai oleh orang lain dan dirinya sendiri. Definisi diatas berarti orang dikatakan sehat apabila ia berhasil mengembangkan dirinya sesuai dengan bakat dan kreativitas yang ia miliki sehingga ia bisa dihargai oleh masyarakat diluar sana.

Sumber:
Rochman, Kholil Lur. (2010). Kesehatan Mental. Yogyakarta: Fajar Media Press
Rochman, Kholil Lur. (2010). Kesehatan Mental. Purwokerto: Stain Press
Schultz, Duane. (1991). Psikologi Pertumbuhan. Yogyakarta: Kanisius

B. Teori Kepribadian Sehat

        I.            Aliran Psikoanalisis
Sigmund Freud (1856-1939) merupakan pendiri psikoanalisis. Menurut Freud pikiran-pikiran yang direpres atau ditekan, merupakan sumber perilaku yang tidak normal atau menyimpang.

Sumbangan terbesar Freud pada teori kepribadian adalah eksplorasinya ke dalam dunia tidak sadar dan keyakinannya bahwa manusia termotivasi oleh dorongan-dorongan utama yang belum atau tidak mereka sadari. Bagi Freud, kehidupan mental terbagi menjadi dua tingkat, alam tidak sadar dan alam sadar. Alam tidak sadar terbagi menjadi dua tingkat, alam tidak sadar dan alam bawah sadar.
Dalam psikologi Freudian, ketiga tingkat kehidupan mental ini dipahami, baik sebagai proses maupun lokasi. Tentu saja, keberadaan lokasi dari ketiga tingkat tersebut bersifat hipotesis dan tidak nyata ada di dalam tubuh. Sekalipun demikian, ketika membahas alam tidak sadar, Freud melihatnya sebagai suatu alam tidak sadar sekaligus proses terjadi tanpa disadari.



·         Alam Tidak Sadar
      Alam tidak sadar (unconscious) menjadi tempat bagi segala dorongan, desakan maupun insting yang tak kita sadari tetapi ternyata mendorong perkataan, perasaan dan tindakan kita. Sekalipun kita sadar akan perilaku kita yang nyata, sering kali kita tidak menyadari proses mental yang ada dibalik perilaku tersebut. Misalnya seorang pria bisa saja mengetahui bahwa ia tertarik pada seorang wanita tetapi tidak benar-benar memahami alasan dibalik ketertarikannya, yang bisa saja bersifat tidak rasional.
      Dorongan tidak sadar ini muncul di alam bawah sadar setelah menjalani transformasi tertentu. Contohnya, seseorang dapat mengekspresikan dorongan erotis atau keinginan untuk melukai orang lain dengan cara menggoga atau mengolok-olok orang lain. Dorongan sejati (seks atau agresi) menjadi terselubung dan tersembunyi dari alam sadar kedua orang tersebut. Akan tetapi, alam tidak sadar orang kedua secara langsung. Keduanya dapat memuaskan dorongan seksual maupun agresif, tetapi tak satupun di antara mereka menyadari motif di balik godaan atau olok-olok tersebut. Dengan cara inilah, alam tidak sadar seseorang bisa berkomunikasi dengan alam tidak sadar dari orang lain, keduanya sama-sama tidak sadar akan proses tersebut.
      Tentu saja, alam tidak sadar bukan berarti tidak aktif atau dorman. Dorongan-dorongan di alam tidak sadar terus-menerus berupaya agar disadari, dan kebanyakan berhasil masuk ke alam sadar, sekalipun tak lagi muncul dalam bentuk asli. Pikiran-pikiran yang tak disadari ini bisa dan memang memotivasi manusia. Contohnya, amarah sseorang anak terhadap sang ayah bisa terselubung dalam bentuk kasih sayang yang berlebihan. Apabila tak bisa disembunyikan, rasa marah seperti ini sudah tentu akan menyebabkan si anak merasa sangat cemas. Oleh karena itu, alam bawah sadarnya memotivasinya untuk mengekspresikan rasa marah melalui ungkapan rasa cinta dan pujian yang berlebihan. Agar selubung itu benar-benar berhasil mengelabui orang tersebut, maka sering kali perasaan tersebut muncul dalam bentuk yang sama sekali berbeda dengan perasaan yang sebenarnya, tetapi selalu muncul dalam bentuk yang berlebihan dan penuh kepura-puraan. (Mekanisme ini dikenal dengan pembentukan reaksi (reaction formation) yang akan dibahas secara terpisah dibagian berjudul Mekanisme Pertahanan (Defense Mechanism) yang terdiri dari represi (repression), pembentukan reaksi (reaction formation), pengalihan (displacement), fiksasi (fixation), regresi (regression), proyeksi (projection), introyeksi (introjection), dan sublimasi (sublimation).


·         Alam Bawah Sadar
      Alam bawah sadar (preconscious) ini memuat semua elemen yang tak disadari, tetapi bisa muncul kesadaran dengan cepat atau agak sukar (Freud, 1993/1964). Isi alam bawah sadar ini datang dari dua sumber, yang pertama adalah persepsi sadar (conscious perception). Apa yang dipersepsikan orang secara sadar dalam waktu singkat, akan segera masuk ke dalam alam bawah sadar selagi fokus perhatian beralih ke pemikiran lain.
      Sumber kedua dari gambaran-gambaran bawah sadar adalah alam tidak sadar. Sedangkan sejumlah gambaran lain dari alam tidak sadar bisa masuk ke alam sadar karena bersembunyi dengan baik dalam bentuk mimpi, salah ucap, ataupun dalam bentuk pertahanan diri yang kuat.

·         Alam Sadar
      Alam sadar (conscious), yang memainkan peran tak berarti dalam teori psikoanalisis, didefinisikan sebagai elemen-elemen mental yang setiap saat berada dalam kesadaran. Ini adalah satu-satunya tingkat kehidupan mental yang bisa langsung kita raih. Ada dua pintu yang dapat dilalui oleh pikiran agar bisa masuk ke alam sadar yaitu sistem kesadaran perseptual (perceptual conscious), yaitu terbuka pada dunia luar dan berfungsi sebagai perantara bagi persepsi kita tentang stimulus dari luar.
      Sumber kedua bagi elemen alam sadar ini datang dari dalam struktur mental dan mencakup gagasan-gagasan tidak mengancam yang datang dari alam bawah sadar maupun gambaran-gambaran yang membuat cemas, tetapi terselubung dengan rapi yang berasal dari alam tidak sadar.

      II.            Aliran Behavioristik
Behaviorisme atau Aliran Perilaku (juga disebut Perspektif Belajar) adalah filosofi dalam psikologi yang berdasar pada proposisi bahwa semua yang dilakukan organisme - termasuk tindakan, pikiran, atau perasaan - dapat dan harus dianggap sebagai perilaku. Aliran ini berpendapat bahwa perilaku demikian dapat digambarkan secara ilmiah tanpa melihat peristiwa fisiologis internal atau konstrak hipotetis seperti pikiran. Behaviorisme beranggapan bahwa semua teori harus memiliki dasar yang bisa diamati tapi tidak ada perbedaan antara proses yang dapat diamati secara publik (seperti tindakan) dengan proses yang diamati secara pribadi (seperti pikiran dan perasaan).


Teori-teori behavioristik adalah proses belajar serta peranan lingkungan yang merupakan kondisi langsung belajar dalam menjelaskan perilaku. Semua bentuk tingkah laku manusia adalah hasil belajar yang bersifat mekanistik lewat proses penguatan. Pendekatan behavioristik terhadap kepribadian memiliki dua asumsi dasar, yaitu:

1)      Perilaku harus dijelaskan dalam pengaruh kausal lingkungan terhadap diri individu

2)      Pemahaman terhadap manusia harus dibangun berdasarkan riset ilmiah objektif dikontrol dengan seksama dalam eksperimen laboratorium

Manusia dianalogikan atau dianggap sebagai tikus pintar yang mempelajari labirin kehidupan. Behavioristik memiliki pandangan tentang kehendak bebas yaitu perilaku yang ditentukan oleh lingkungan.

    III.            Aliran Humanistik
Abraham Maslow (1908-1970) dapat dipandang sebagai Bapak dari psikologi humanistik. Gerakan ini merasa tidak puas terhadap psikologi behavioristik dan psikoanalisis, dan memfokuskan penelitiannya pada manusia dengan ciri-ciri eksistensinya.

Psikologi humanistik mulai di Amerika Serikat pada tahun 1950 dan terus berkembang. Tokoh-tokoh Psikologi Humanistik memandang behavorisme mendehumanisasi manusia. Psikologi Humanistik mengarahkan perhatiannya pada humanisasi psikologi yang menekankan keunikan manusia. Menurut Psikologi Humanistik manusia adalah makhluk kreatif, yang dikendalikan oleh nilai-nilai dan pilihan-pilihannya sendiri bukan oleh kekuatan-kekuatan ketidaksadaran.

Maslow menjadi terkenal karena teori motivasinya, yang dituangkan dalam bukunya “Motivation and Personality”. Dalam buku tersebut diuraikan bahwa pada manusia terdapat lima macam kebutuhan yang berhirarki, meliputi:

1)    Kebutuhan-kebutuhan fisiologis (the physiological needs)

2)    Kebutuhan-kebutuhan rasa aman (the safety needs / the security needs)

3)    Kebutuhan rasacinta dan memiliki (the love and belongingness needs)

4)    Kebutuhan akan penghargaan diri (the self-esteem needs)

5)    Kebutuhan akan aktualisasi diri (the self-actualization needs)

Menurut Maslow psikologi harus lebih manusiawi, yaitu lebih memusatkan perhatiannya pada masalah-masalah kemanusian. Ada empat ciri psikologi yang berorientasi humanistik, yaitu:

a)    Memusatkan perhatian pada person yang mengalami, dan karenanya berfokus pada pengalaman sebagai fenomena primer dalam mempelajari manusia.

b)    Memberi tekanan pada kualitas-kualitas yang khas manusia, seperti kreativitas, aktualisasi diri, sebagai lawan pandangan tentang manusia yang mekanistis dan reduksionis.

c)    Menyadarkan diri pada kebermaknaan dalam memilih masalah-masalah yang akan dipelajari dan prosedur-prosedur penelitian yang akan digunakan.

d)    Memberikan perhatian penuh dan meletakkan nilai yang tinggi pada kemuliaan dan martabat manusia serta tertarik pada perkembangan potensi yang inheren pada setiap individu (Misiak dan Sexton, 1988). Selain Maslow sebagai tokoh dalam psikologi humanistik, juga Carl Rogers (1902-1987) yang terkenal dengan client-centered therapy (Walgito, B 2002 : 80).

Perbedaan Aliran Psikoanalisa, Behavioristik dan Humanistik tentang kepribadian sehat:
Perbedaan Psikoanalisa, Behaviorisme, dan Humanistik terhadap kepribadian sehat :

1. PSIKOANALISA

Aliran psikoanalisa melihat manusia dari sisi negatif, alam bawah sadar (id, ego, super ego), mimpi dan masa lalu. Aliran ini mengabaikan Potensi yang dimiliki oleh manusia.

Pandangan kaum psikoanalisa, hanya memberi kepada kita sisi yang sakit atau kurang, ‘sisi yang pincang’ dari kodrat manusia, karna hanya berpusat pada tingkah laku yang neuritis dan psikotis.

Sigmund freud dan orang-orang yang mengikuti ajarannya mempelajari kepribadian yang terganggu secara emosional, bukan kebribadian yang sehat; atau kebribadian yang paling buruk dari kodrat manusia, bukan yang paling baik.

Jadi, aliran ini memberi gambaran pesimis tentang kodrat manusia, dan manusia dianggap sebagai korban dari tekanan-tekanan  biologis dan konflik masa kanak-kanak.

2. BEHAVIORISME

Aliran behaviorisme memperlakukan manusia sebagai mesin, yaitu di dalam suatu system kompleks yang bertigkah laku menurut cara-cara yang sesuai dengan hukum. Dalam pandangan kaum behavioris, individu digambarkan sebagai suatu organisme yang bersifat baik, teratur, dan ditentukan sebelumnya, dengan banyak spontanitas, kegembiraan hidup, berkreativitas, seperti alat pengatur panas.

Jadi, manusia dilihat oleh para behavioris sebagai orang-orang yang memberikan respons secara pasif terhadap stimulus-stimulus dari luar dan manusia di anggap tidak memiliki diri sendiri.

3. HUMANISTIK

Para ahli psikologi humanistik, telah memiliki sudut pandang yang segar terhadap kodrat manusia. Apa yang mereka lihat adalah suatu tipe individu yang berbeda dari apa yang digambarkan oleh behaviorisme dan psikoanalisa, yaitu bentuk-bentuk psikologi tradisional. Aliran ini menganggap setiap orang memiliki kemampuan untuk lebih baik.

Bagi ahli-ahli psikologi humanistik, manusia jauh lebih banyak memiliki potensi. Meskipun kebanyakan ahli psikologi humanistik tidak menyangkal bahwa stimulus-stimulus dari luar, instink-instink, dan konflik-konflik masa kanak-kanak mempengaruhi kebribadian, namun mereka tidak percaya bahwa manusia merupakan korban yang tidak  dapat berubah dari kekuatan-kekuatan negatif. .

Manusia harus dapat mengatasi masa lampau, kodrat biologis, dan ciri-ciri lingkungan. Manusia juga harus berkembang dan tumbuh melampaui kekuatan-kekuatan negatif yang secara potensial menghambat.

    IV.            Pendapat Allport
Allport ingin menghilangkan kontradiksi-kontradiksi dan kekaburan-kekaburan yang terkandung dalam pembicaraan-pembicaraan tentang “diri” dengan membuang kata itu dan menggantikannya dengan suatu kata lain yang akan membedakan konsepnya tentang “diri” dari semua konsep lain. Istilah yang dipilihnya adalah proprium dan dapat didefinisikan dengan memikirkan bentuk sifat “propriate” seperti dalam kata “appropriate”.

Proprium menunjuk kepada sesuatu yang dimiliki seseorang atau unik bagi seseorang. Itu berarti bahwa proprium (self) terdiri dari hal-hal atau proses-proses yang penting dan bersifat pribadi bagi seorang individu, segi-segi yang menentukan seseorang sebagai yang unik. Allport menyebutnya “saya sebagaimana dirasakan dan diketahui”.

Proprium berkembang dari masa bayi sampai masa adolesensi melalui tujuh tingkat “diri”. Apabila semua segi perkembangan telah muncul sepenuhnya, maka segi-segi tersebut dipersatukan dalam suatu konsep proprium. Jadi proprium adalah susunan dari tujuh tingkat “diri” ini. Munculnya proprium merupakan suatu prasyarat untuk suatu kepribadian yang sehat.

“Diri” jasmaniah. Kita tidak dilahirkan dengan suatu perasaan tentang diri. Bayi itdak dapat membedakan antara diri (“saya”) dan dunia sekitarnya. Kira-kira pada usia 15 bulan, maka muncullah tingkat pertama perkembangan proprium diri jasmaniah. Kesadaran akan “saya jasmaniah” misalnya bayi membedakan antara jari-jarinya dan sebuah benda yang dipegang dalam jari-jarinya.

Identitas diri. Pada tingkat kedua perkembangan, muncullah perasaan identitas diri. Anak mulai sadar akan identitasnya yang berlangsung terus sebagai seorang yang terpisah. Anak mempelajari namanya, menyadari bahwa bayangan dalam cermin adalah bayangan yang sama seperti yang dilihatnya kemarin, dan percaya bahwa perasaan tentang “saya” atau “diri” tetap bertahan dalam menghadapi pengalaman-pengalaman yang berubah-ubah.

Harga diri. Tingkat ketiga dalam perkembangan proprium ialah timbulnyaharga diri. Hal ini menyangkut perasaan bangga dari anak sebagai suatu hasil dari belajar mengerjakan benda-benda atas usahanya sendiri. Allport percaya bahwa hal ini merupakan suatu tingkat perkembangan yang menentukan, apabila orang tua menghalangi kebutuhan anak untuk menyelidiki maka perasaan harga diri yang timbul dapat dirusakkan. Akibatnya dapat timbul perasaan dihina dan marah.

Perluasan diri (self extension). Tingkat perkembangan diri berikutnya adalah perluasan diri, mulai sekitar usia 4 tahun. Anak sudah mulai menyadari orang-orang lain dan benda-benda dalam lingkungannya dan fakta bahwa beberapa diantaranya adalah milik anak tersebut. Anak berbicara tentang “kepunyaanku”, ini adlah permulaan dari kemampuan orang untuk memperluas dirinya, untuk memasukkan tidak hanya benda-benda tetapi juga abstraksi-abstraksi, nilai-nilai, dan kepercayaan-kepercayaan.

Gambaran diri. Gambaran diri berkembang pada tingkat berikutnya. Hal ini menunjukkan bagaimana anak melihat dirinya dan pendapatnya tentang dirinya. Gambaran ini berkembang dari interaksi-interaksi antara orangtua dan anak. Lewat pujian dan hukuman anak belajar bahwa orangtuanya mengharapkan supaya menampilkan tingkah laku-tingkah laku tertentu dan manjauhi itngkah laku-tingkah laku lain. Dengan mempelajari harapan-harapan orangtua, anak mengembangkan dasar untuk suatu perasaan tanggung jawab moral serta untuk perumusan tentang tujuan-tujuan dan intensi-intensi.

Diri sebagai pelaku rasional. Setelah anak mulai sekolah, diri sebagai pelaku rasional mulai timbul. Aturan-aturan dan harapan-harapan baru dipelajari dari guru-guru dan teman-teman sekolah serta hal yang lebih penting ialah diberikannya aktivitas-aktivitas dan tantangan-tantangan intelektual. Anak belajat bahwa dia dapat memecahkan masalah-masalah dengan menggunakan proses-proses yang logis dan rasional.

Perjuangan proprium (propriate striving). Dalam masa adolesensi, perjuangan proprium (propriate striving), tingkat terakhir tingkat terakhir dalam perkembangan diri (selfhood) timbul. Allport percaya bahwa masa adolesensi merupakan suatu masa yang sangat menentukan. Orang sibuk dalam mencari identitas diri yang baru, segi yang sangat penting dari pencarian identitas ini adalah definisi suatu tujuan hidup. Pentingnya pencarian ini yakni untuk pertama kalinya orang memperhatikan masa depan, tujuan-tujuan dan impian-impian jangka panjang.

Perkembangan dari daya dorong kedepan, intensi-intensi, aspirasi-aspirasi, dan harapan-harapan orang itu mendorong kepribadian yang matang. “sasaran-sasaran yang menentukan” ini dalam pandangan Allport sangat penting untuk kepribadian sehat.

Tujuh tingkat diri atau proprium ini berkembang dari masa bayi sampai masa adolesensi. Suatu kegagalan atau kekecewaan yang hebat pada setiap tingkat melumpuhkan penampilan tingkat-tingkat berikutnya serta menghambat integrasi harmonis dari tignkat-tingkat itu dalam proprium. Dengan demikian pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak sangat penting dalam perkembangan kepribadian yang sehat.\

Ciri – ciri kepribadian yang matang menurut Allport:

1). Perluasan Perasaan Diri

Ketika diri berkembang, maka diri itu meluas menjangkau banyak orang dan benda. Mula-mula diri berpusat hanya pada individu kemudian diri bertambah luas meliputi nilai-nilai dan citi-cita yang abstrak. Orang harus menjadi partisipan yang langsung dan penuh. Allport menamakan hal ini “pertisipasi otentik yang dilakukan oleh orang dalam beberapa suasana yang penting dari usaha manusia”. Orang harus meluaskan diri ke dalam aktivitas.

Menurut Allport, suatu aktivitas harus relevan dan penting bagi diri; harus berarti sesuatu bagi orang itu. Apabila anda mengerjakan suatu pekerjaan karena anda percaya bahwa pekerjaan itu penting, menantang kemampuan, membuat anda merasa enak, maka anda merupakan seorang partisipan otentik dalam pekerjaan itu. Aktivitas itu lebih berarti daripada pendapatan yang diperoleh dan memuaskan kebutuhan-kebuthan lain juga.

Semakin seseorang terlibat sepenuhnya dengan berbagai aktivitas atau orang atau ide, maka ia semakin sehat secara psikologis. Diri menjadi tertanam dalam aktivitas-aktivitas yang penuh arti dan menjadi perluasan perasaan diri.

2). Hubungan Diri yang Hangat dengan Orang-orang Lain

Allport membedakan dua macam kehangatan dalam hubungan dengan orang-orang lain: kapasitas untuk keintiman dan kapasitas untuk perasaan terharu.

Orang yang sehat secara psikologis mampu memperlihatkan keintiman (cinta) terhadap orangtua, anak, partner, teman akrab. Apa yang dihasilkan oleh kapasitas untuk keintiman ini adalah suatu perasaan perluasan diri yang berkembang baik, syarat lain bagi kapasitas keintiman adalah suatu perasaan identitas diri yang berkembang dengan baik.

Ada perbedaan antara hubungan cinta dari orang yang neurotis dengan hubungan cinta dari kepribadian-kepribadian yang sehat. Orang-orang yang neurotis harus menerima cinta jauh lebih banyak daripada kemampuan mereka untuk memberinya. Apabila mereka membari cinta, maka cinta itu diberikan dengan syarat-syarat dan kewajiban-kewajiban yang bersifat timbal balik. Cinta dari orang yang sehat adalah tanpa syarat, tidak melumpuhkan, atau mengikat.

Perasaan terharu, tipe kehangatan yang kedua adalah suatu pemahaman tentang kondisi dasar manusia dan perasaan kekeluargaan dengan semua bangsa. Orang yang sehat memiliki kapasitas untuk memahami kesakitan-kesakitan, penderitaan-penderitaan, ketakutan-ketakutan, dan kegagalan-kegagalan yang merupakan cirri kehidupan manusia. Empati ini timbul melalui “perluasan imajinatif” dan perasaan orang sendiri terhadap kemanusiaan pada umumnya.

Sebagai hasil dari kapasitas perasaan terharu, kepribadian yang matang sabar terhadap tingkah laku orang-orang lain dan tidak mengadili atau menghukumnya. Orang yang sehat menerima kelemahan-kelemahan manusia, dan mengetahui bahwa dia memiliki kelemahan-kelemahan yang sama. Akan tetapi, orang yang neurotis tidak sabar dan tidak mampu memahami sifat universal dari pengalaman-pengalaman dasar manusia.

3). Keamanan Emosional

Kepribadian-kepribadian yang sehat juga mampu menerima emosi-emosi manusia. Kepribadian-kepribadian yang sehat mengontrol emosi-emosi mereka, sehingga emosi-emosi ini tidak mengganggu aktivitas-aktivitas antarpribadi, emosi-emosi diarahkan kembali ke dalam saluran-saluran yang lebih konstruktif. Akan tetapi orang-orang yang neurotis menyerah pada emosi apa saja yang dominant pada saat itu, berkali-kali memperlihatkan kemarahan atau kebencian.

Kualitas lain dari keamanan emosional ialah apa yang disebut Allport “sabar terhadap kekecewaan”. Orang-orang yang sehat sabar menghadapi kemunduran-kemunduran, tidak menyerah diri kepada kekecewaan, tetapi mampu memikiran cara-cara yang berbeda, yang kurang menimbulkan kekecewaan untuk mencapai tujuan-tujuan yang sama atau tujuan-tujuan substitusi.

4). Persepsi Realistis

Orang-orang yang sehat memandang dunia mereka secara objektif. Sebaliknya, orang-orang yang neurotis kerapkali harus mengubah realitas supaya membuatnya sesuai dengan keinginan-keinginan, kebutuhan-kebutuhan, dan ketakutan-ketakutan mereka sendiri. Orang-orang yang sehat tidak perlu percaya bahwa orang-orang lain atau situasi-situasi semuanya jahat atau semuanya baik menurut suatu prasangka pribadi terhadap realitas. Mereka menerima realitas sebagaimana adanya.

5). Keterampilan-keterampilan dan Tugas-tugas

Keberhasilan dalam pekerjaan menunjukkan perkembangan keterampilan-keterampilan dan bakat-bakat tertentu, suatu tingkat kemampuan. Kita harus menggunakan keterampilan-keterampilan itu secara ikhlas, antusias, melibatkan dan menempatkan diri sepenuhnya dalam pekerjaan kita.

Allport mengemukakan bahwa ada kemungkinan orang-orang yang memiliki keterampilan-keterampilan menjadi neurotis, akan tetapi tidak mungkin menemukan orang-orang yang sehat dan matang yang tidak mengarahkan keterampilan mereka pada pekerjaan mereka. Allport mengutip apa yang dikatakan Harvey Cushing, ahli badah otak yang terkenal, “satu-satunya cara untuk melangsungkan kehidupan adalah menyelesaikan suatu tugas”.

Pekerjaan dan tanggung jawab memberikan arti dan perasaan kontinuitis untuk hidup. Tidak mungkin mencapai kematangan dan kesehatan psikologis yang positif tanpa melakukan pekerjaan yang penting melakukannya dengan dedikasi, komotmen, dan keterampilan-keterampilan.

6). Pemahaman Diri

Kepribadian yang sehat mencapai suatu tingkat pemahaman diri yang lebih tinggi daripada orang-orang yang neurotis. Orang yang sehat terbuka pada pendapat orang-orang lain dalam merumuskan suatu gambaran diri yang objektif.

Orang yang memilii suatu tingkat pemahaman diri (self objectification) yang tinggi atau wawasan diri tidak mungkin memproyeksikan kualitas-kualitas pribadinya yang negatif kepada orang lain. Allport juga mengemukakan bahwa orang yang memiliki wawasan diri yang lebih baik adalah lebih cerdas daripada orang yang memiliki wawasan diri yang kurang.

7). Filsafah Hidup yang Mempersatukan

Bagi Allport rupanya mustahil memiliki suatu kepribadian yang sehat tanpa aspirasi-aspirasi dan arah ke masa depan. Allport menekankan bahwa nilai-nilai (bersama dengan tujuan-tujuan) adalah sangat penting bagi perkembangan suatu filsafat hidup yang mempersatukan.

Memiliki nilai-nilai yang kuat, jelas memisahkan orang yag sehat dari orang yang neurotis. Orang yang neurotis tidak memiliki nilai-nilai atau hanya memiliki nilai-nilai yang terpecah-pecah dan bersifat sementara sehingga tidak cukup kuat untuk mengikat atau mempersatukan semua segi kehidupan.

Suara hati juga ikut berperan dalam suatu filsafat hidup yang mempersatukan. Suara hati yang tidak matang atau neurotis sama seperti suara hati kanak-kanak, yang patuh, membudak, penuh dengan pembatasan-pembatasan dan larangan-larangan yang dibawa dari masa kanak-kanak ke dalam masa dewasa. Sedangkan suara hati yang matang adalah suatu perasaan kewajiban dan tangggung jawab kepada diri sendiri dan orang lain.

Sumber:
Feist, Jess dan Gregory J. Feist. (2010). Teori Kepribadian (Theories of Personality). Jakarta: Salemba Humanika.
Baihaqi, MIF. (2008). Psikologi Pertumbuhan, Kepribadian Sehat Untuk Mengembangkan Optimisme. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Hlm. 4-6.
Basuki, Heru. (2008). Psikologi Umum. Jakarta: Universitas Gunadarma
Schultz, D. (1991). Psikologi Pertumbuhan. Yogyakarta: KANISUS
Lindsay,Gardner. Editor: Sugiyono. (1993). Psikologi Kepribadian 3 Teori-Teori Kepribadian dan Behavioristik. Kanisius: Yogyakarta